Dari sejak
jaman Belanda, Kecamatan [district] Menteng telah dikenal lama sebagai wilayah
hunian prestisius dan eksklusif di Jakarta Pusat. Pada jaman Belanda tempat ini
memang pernah dihuni oleh sebagian besar orang Belanda dan keturunan Belanda.
Kemudian ketika semua orang Belanda diharuskan meninggalkan Indonesia oleh
Presiden Soekarno pada decade 50, maka bekas hunian mereka ini diambil alih
oleh siapa saja yang cepat menempati. Bukan saja sebagai wilayah prestisius dan
eksklusif, disamping itu juga sebagai kawasan yang paling hijau dan paling
bersih di Jakarta
sampai sekarang, karena banyak pohon tan.jung ditanam di sini selain ada juga
pohon-pohon lain seperti tembesu. Kecamatan ini diberi nama Menteng mungkin
dulu di sini banyak ditanam pohon menteng, buahnya berwarna kuning, dan rasanya
manis agak asam walaupun sudah matang. Di distrik ini Anda menikmati yang tidak
ada di tempat lain di Jakarta, yakni udara segar, sejuk, di mana saja yang
terlihat serba hijau, semua jalan bersih, dan saluran air lancar. Anda mau
mencari udara segar dan bersih, Menteng belum ada duplikatnya di Jakarta sampai sekarang.
Dan, jangan lupa tempat ini juga relative paling aman di Jakarta, maklum saja
karena polisi lebih sering patroli di pemukiman ini dibandingkan dengan tempat
lain.
|
Gereja Santo Paulus, Menteng. |
Kecamatan
Menteng meliputi wilayah yang luas terdiri dari 4 kelurahan [subdistrict],
yaitu : Gondangdia, Cikini, Menteng, dan Pegangsaan. Batas kecamatan dimulai
dari jalan : Wahid Hasyim, MH Thamrin, Latuharhari [lewat bawah viaduct Dukuh],
lintasan kereta api Manggarai, sepanjang Kali Ciliwung menuju Jalan Prapatan
[Tugu Pak Tani], dan kembali ke Wahid Hasyim. Di kecamatan ini terdapat
beberapa bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah pusat, antara
lain : Gereja Theresia di Jalan Theresia, Gedung Bappenas di Jalan Diponegoro,
Gereja Santo Paulus di Jalan Cimahi, dan Masjid Cut Mutia di Jalan Cut Mutia.
“Anak Menteng” atau “Orang Menteng” adalah sebutan yang diberikan oleh orang
luar distrik ini kepada penduduk Menteng dan kebanggaan mereka. Walaupun banyak
orang mempunyai rumah hanya di pinggiran Kecamatan Menteng, sudah cukup
menambah nilai kebanggaan bagi mereka. Sama saja dengan orang Wonogiri, sampai
di Jakarta mereka selalu saja mengatakan, “Orang S.o.l.o”, padahal dari S.o.l.o
menuju Wonogiri jarak kedua kota ini sekitar 60 kilometer.
Pada decade
60 ada tiga taman yang menghiasi wilayah ini, yaitu Lembang, Sunda Kelapa, dan
Suropati. Disebut Taman Suropati karena nama jalan yang melingkari taman ini adalah
Suropati, demikian juga dengan kedua taman yang lain. Jalan Teuku Umar terletak
antara Jalan Muhamad Yamin dengan Jalan Suropati, sebelum Jalan Muhamad Yamin
belok ke kanan adalah Jalan Lembang tempat Taman Lembang. Taman Sunda Kelapa di
sebelah selatan Taman Suropati, di belakang Gedung Bappenas. Pada decade ini
aku sering mengunjungi rumah pamanku di Jalan Subang yang bersimpangan dengan
Jalan Sunda Kelapa. Mungkin sudah berlalu lebih 40 tahun yang lalu, tetapi
semua pohon tan.jung di sepanjang jalan ini dan juga di jalan-jalan yang lain
di Menteng masih sama seperti yang dulu. Pada umumnya di di kiri dan kanan, di
sepanjang jalan perumahan di distrik Menteng ditumbuhi oleh kerimbunan pohon
tan.jung.
|
Jalan Surabaya. |
Orang
Belanda membangun rumah demikian memperhatikan keselamatan penghuni orang yang
menempati rumah. Sebagian besar rumah di sini menggunakan bahan bakar gas untuk
keperluan memasak. Gas yang di pakai pada waktu itu masih berasal dari cokas
yang dipanaskan, dipampatkan ke dalam tangki, kemudian didistribusikan ke
seluruh Jakarta.
Aku ingat, setiap dinding dapur bagian bawah selalu diberi lubang berbentuk
persegi panjang ukuran 20x5 cm, fungsinya untuk meloloskan gas jika kemungkinan
ada kebocoran instalasi gas. Karena itu, aku belum pernah mendengar cerita, di
Menteng ada rumah yang kebakaran disebabkan dari gas bocor. Di Menteng terdapat
lapangan sepak bola di Jalan HOS Cokroaminoto, tetapi lapangan ini sudah
dibongkar pada jaman pemerintahan Gubernur Sutiyoso dan sudah berubah menjadi
taman. Perguruan Cikini yang terletak di Jalan Cikini Raya mengelola sekolah
dari SD sampai SMA adalah sekolah papan atas pada masanya, yaitu decade 60,
demikian juga dengan SMA Kanisius di Jalan Menteng Raya. Banyak pejabat tinggi
level menteri dan gubernur dari era Orde Baru Presiden Suharto sampai rezim
sekarang, mereka adalah lulusan sekolah-sekolah ini.
Di bagian
utara Taman Sunda Kelapa, atau di belakang Bappenas, dulu ada sekolah TK dan
Sekolah Dasar Kepodang. Seingatku dulu ada dua alat bermain di Taman Sunda Kelapa,
seperti wiplang dan ayunan untuk anak-anak, di tengah taman terdapat dua jalan
taman yang saling melintang dan ada beberapa tempat duduk. Setiap sore dari
pukul 17.00 ramai dikunjungi oleh anak-anak penghuni sekitar taman dan jajanan
yang disukai oleh anak-anak pada waktu itu adalah kembang gula dan tahu pong.
Disebut tahu pong, karena bagian tengah tahu goreng ini benar-benar kopong atau
kosong. Taman ini sudah tinggal kenangan saja,
karena sudah berubah menjadi rumah ibadat, yaitu Masjid Taman Sunda kelapa.
Ada banyak nama tempat di Jakarta
yang diberi nama Menteng, tetapi tidak semua nama tempat ini berada di wilayah
Kecamatan Menteng, seperti Menteng Dalam adalah kelurahan yang berada di
Kecamatan Tebet. Tempat pemukiman penduduk ini terletak lebih ke sebelah
selatan lagi dari Kecamatan Menteng. Pada decade 60, Barack Obama, Presiden
Amerika yang sekarang pernah menjadi penduduk Kelurahan Menteng Dalam,
Kecamatan Tebet selama 4 tahun, tetapi sekolahnya di Sekolah Dasar Santo
Franciscus dari Asissi di Jalan HOS Cokroaminoto. Rumah Barack Obama memang
bukan di Kecamatan Menteng, tetapi sekolahnya di Kecamatan Menteng … masih
pantaslah kalau disebut “Anak Menteng”. Asal jangan saja disebut “Anak Menteng
Pulo”, karena nama Menteng yang satu ini adalah kompleks pekuburan di Jakarta. Bapak Barack
Obama menyukai makan bakso, sate ayam, dan nasi goreng.
|
Taman Suropati. |
Kewibawaan
Menteng sampai sekarang belum tergeserkan oleh pemukiman lain di Jakarta,
walaupun banyak pemukiman mewah bermunculan di Jakarta, seperti Pondok Indah, Permata Hijau,
Pantai Indah Kapuk, dan seterusnya. Dapat saja Anda mengatakan, banyak orang
kaya atau pengusaha papan atas menghuni di ketiga tempat di atas, tetapi siapa
yang menghuni distrik Menteng, itulah yang menunjukkan tempat ini tampak berwibawa.
Terbukti masih banyak orang penting, pejabat tinggi, expatriate, kedutaan besar
negara asing memilih Menteng untuk pemukiman eksklusif mereka, sebut saja Wakil
Presiden Republik Indonesia, Budiono, di depan Taman Suropati, bekas Presiden
RI ke 2, almarhum Suharto, di Jalan Cendana, bekas Presiden RI ke 5, Ibu
Megawati Soekarnoputeri, di Jalan Teuku Umar, rumah dinas Duta Besar Amerika,
di Jalan Diponegoro, beberapa Kedutaan Besar negara asing, antara lain :
Inggris, di Jalan Tosari, Jerman, di Jalan Pamekasan, Thailand, di Jalan Imam
Bonjol, Filippina, di Jalan Imam Bonjol, Mesir, di Jalan Teuku Umar, dan
Italia, di Jalan Diponegoro.
Apakah Anda
ingin mencari koleksi barang antik atau barang jadoel? Sebaiknya Anda mencoba
untuk melangkahkan kaki ke Jalan Surabaya, mungkin yang Anda cari ada di tempat
ini. Jalan Sabang, Jalan HOS Cokroaminoto, atau ke Jalan Cikini Raya, dari
sejak jaman doeloe ke 3 tempat ini banyak restoran dan kafe, karena itu jangan
lewatkan begitu saja, cobalah singgah, walaupun Anda bukan penghuni kawasan
ini. Jalan Gereja Theresia yang dulu lengang, sekarang ada banyak kafe di
sepanjang jalan ini dan full house pada akhir minggu, setiap Juma’at dan Sabtu
malam.
Yang paling
penting, kawasan Menteng hijau ini jangan hanya menjadi symbol prestisius
tempat pemukiman, sebaliknya pemerintah provinsi harus menjaga kehijauan
wilayah ini secara total. Jangan ada stasiun pengisian bahan bakar umum [SPBU]
dan jangan ada pedagang kaki lima
di seluruh wilayah ini. Negara Indonesia
adalah negara berdaulat, jangan ada larangan bagi warga negara Indonesia memotret di semua taman di Menteng,
karena taman adalah fasilitas umum yang dibiayai oleh pembayar pajak di Jakarta. Bangsa Indonesia
tidak akan pernah menjadi bangsa berdaulat, kalau mau memotret di taman saja
harus dibatasi tempatnya oleh bangsa lain. Bangsa Indonesia tidak akan memberi
previlage kepada bangsa asing lain, hanya demi sebuah taman fasilitas umum,
karena kita bangsa yang mempunyai harga diri.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar