Rabu, 31 Juli 2019

Rumah Nyaman Untuk Keluarga

Pernahkah mendengar pribahasa ini? Home sweet home, rumahku adalah istanaku. Orang Inggris menyebut house adalah rumah dalam artian luas. Pembangkit tenaga listrik disebut power house. Toko sepatu dan pemiliknya bernama Wilmington, maka tempat ini disebut The House of Wilmington. Dewan Perwakilan Rakyat disebut sebagai The House of Representative. Namun, rumah sebagai tempat menetap permanen disebut home. Home adalah tempat keluarga inti berada, terutama ayah, ibu, dan anak-anak; adakalanya ada grandmother dan grandfather. Setiap orang mengidamkan untuk memiliki home yang nyaman. Seperti apa home yang nyaman ini?

Inilah awal dari suatu cerita yang dituturkan oleh temanku, Donatto Munoz, seorang penginjil dan bekas transporter yang memiliki jam terbang sangat tinggi. Ia telah berada di Jakarta belasan tahun sebelum Baswedan lahir, yakni gubernur Jakarta yang sekarang, bahkan ketika tugu Monas di Gambir masih sebagai proyek dia telah berada di kota ini. Ayah dan ibunya orang Jawa sedangkan dia dilahirkan di kota ini dan menetap lama di Cideng Barat di wilayah pusat. Ia pernah selama dua tahun menetap di rumah pamannya di distrik Menteng, masih masuk wilayah pusat sampai selesai sekolah menengah pertama, kemudian kembali ke rumah orang tuanya sampai menyelesaikan sekolah menengah atas. Seluruh mapping Jakarta ada di dalam otaknya. Dengan pengetahuan seperti ini, maka dia tidak pernah kesasar mengantar orang atau barang ke seluruh wilayah di Jakarta. Inilah yang aku maksudkan, bahwa dia memiliki jam terbang tinggi. Mereka yang masih green selalu bergantung dengan gps, maka dia langsung berangkat mengalir saja sampai tujuan. Ia biasa mangkal di halte timur stasiun Gondangdia. Transporter paling senior dan eks anak Menteng.

Pada satu hari setelah mengantar tiga penumpang dan mengantar dua barang, dia istirahat makan siang berupa mie ayam pangsit di ujung pertigaan jalan yang paling teduh oleh rimbunan dua pohon tanjung. Ada dua orang perempuan muda cantik sudah mendahului makan mie ayam pangsit rebus di situ, yang agak tua berusia kira-kira empat puluh lima tahun berambut hitam tebal bergelombang sampai sebahu dan yang lebih muda berusia kira-kira tiga puluh tahun berambut pendek jongenschop dicat cokelat muda. Tidak jauh dari tempat itu ada mobil Toyota Calisto warna putih.

"Jalan-jalan jauh dari mana?", tanya Donatto berbasa-basi membuka pembicaraan sambil disertai senyum sampai kelihatan giginya.
"Bagaimana tahu kami jalan-jalan jauh?", rambut hitam bergelombang balik bertanya.
"Kelihatan dari banyaknya debu yang melekat di body dan kaca depan, penutup mesin terasa panas, dan ... jarang orang bermobil mewah mampir di warung mie ayam gerobak ini, kalau bukan karena terpaksa laparnya. Tujuannya ke mana?"
"Kami dari Pondok Labu, jalan-jalan sambil mencari rumah untuk menetap."
"Rumah seperti apa yang diidamkan sampai berjalan sejauh ini?"
"Yaaach ... rumah yang memberi suasana nyaman ditempati."
"Saya pernah menyaksikan film aksi berjudul Heat, pemeran utamanya adalah Robert De Niro sebagai perampok bank dan Al Pacino sebagai kepala polisi Los Angelos. Di situ ada percakapan antara De Niro dan Al Pacino, dimulai De Niro bertanya kepada Pacino, seperti apa yang disebut hidup mapan, apakah seperti ini, mempunyai rumah di lingkungan real estate, ada mobil di garasi, istri selalu menyambut di pintu serambi, dan ada ayam goreng di meja makan. Bagi kebanyakan orang Amerika, orang disebut hidup mapan di rumah yang nyaman adalah seperti yang ditanyakan oleh De Niro. Pacino tidak dapat menjawab pertanyaan De Niro. Sebagai kepala polisi LA dia memiliki gaji besar dan ayam goreng pasti ada di rumahnya, tetapi kehidupannya dengan istrinya berantakan. Masalah kehidupan keluarga berantakan ada di mana-mana.

Banyak orang mengidamkan rumah hunian yang nyaman tapi banyak yang tidak tahu bagaimana harus memulainya. Suatu rumah hunian dapat menjadi nyaman ditempati, manakala semua penghuninya menempati bersama dengan rukun. Rukun artinya keadaan tenang dan tenteram. Hakekatnya Allah itu adalah Tuhan berujud roh, yakni Roh Allah yang Mahahadir. Segala sesuatu  yang baik itu datangnya dari Allah saja, yakni kerukunan yang mendatangkan kebaikan, maka kehadiran Roh Allah adalah mutlak ada di situ untuk mendapatkan rumah hunian yang nyaman. Dan, berkat Tuhan selalu hadir di rumah yang penghuninya rukun. Coba, carilah saja apa ada berkat Gusti Allah hadir di dalam keluarga berantakan. Dijamin tidak ada!"

"Bagaimana dengan keluarga Ishak? Ayah yang lebih menyukai anak sulung, Esau, sementara mamma lebih menyukai anak kedua, Yakub. Mereka tergolong keluarga bermasalah.", tanya si rambut hitam bergelombang.

"Memang betul mereka keluarga bermasalah, tetapi Tuhan Mahatahu, tahu betul apa yang ada di dalam batin Esau. Anak ini lebih mementingkan urusan keduniawian, ibunya sedih melihat anak sulungnya beristrikan bangsa yang tak mengenal Tuhan, sebaliknya adiknya, Yakub anak yang berbakti kepada orang tua dan anak yang suka mendengar nasehat orang tua. Dalam satu keluarga yang tidak rukun, tetapi masih ada satu anak yang berbakti kepada orang tua dan masih taat beribadah kepada Tuhan, maka Tuhan masih bermurah hati memberi berkat atas keluarga ini melalui anak yang taat ini, sebaliknya terhadap keluarga yang semua anak-anaknya tidak rukun dan tidak beribadat kepada-Nya, maka berkat tidak pernah hadir dalam keluarga ini.

Rumah dapat menjadi nyaman dihuni manakala semua penghuninya memiliki hubungan yang harmonis terhadap Tuhan, sesama, dan dirinya sendiri. Seperti apa hubungan harmonis diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari? Rajin membaca firman Allah, merenungkannya siang dan malam, tekun berdoa, menghormati hari sabat, dan menjadi pelaku firman, sebab tanpa melakukan firman, orang Kristen tidak akan pernah menjadi garam dan terang bagi lingkungannya. Lingkungan terdekat adalah keluarga sendiri. Orang tua mendidik kepada anak-anaknya supaya menghormati yang lebih tua, melayani yang lebih muda, dan perduli kepada tetangga. Tidak iri hati dengan keberhasilan orang lain. Iri hati menunjukkan seseorang tidak mempunyai hubungan yang harmonis terhadap dirinya sendiri. Iri hati ada di mana-mana  dalam kumpulan manusia dan satu dari beberapa faktor  yang membuat orang kehilangan kebahagiaan. Iri hati adalah penyakit kanker yang menggerogoti jiwa dan batin manusia. Orang yang terkena penyakit ini, dia tidak pernah tenang hidupnya. Iri hati dialami oleh orang gagal, inferior, cinta uang, dan orang yang kondisi rohaninya lemah. Pernah pada suatu masa di Jakarta ada kalangan tertentu di sini, tentu kalangan the have beranggapan, bahwa kalau belum memiliki mobil Impala, belum layak disebut orang kaya. Pada masa itu yang memiliki mobil Impala di kawasan Menteng ini hanya dapat dihitung dengan jari. Bagi mereka yang belum memiliki kesempatan tetap memendam keinginan ini di dalam pikiran masing-masing. Mobil Impala bukan mobil murah waktu itu. Keinginan besar yang mengendap  di dalam pikiran seseorang, maka cepat atau lambat pasti akan mengurangi kebahagiaan, sebab seorang suami dengan berat hati harus menyisihkan uang lebih banyak lagi untuk mewujudkan keinginan isterinya yang tidak ada habisnya.

Ketika golongan the have semakin banyak jumlahnya dan kawasan Menteng dirasakan sudah mulai jenuh, maka pihak pengembang property mulai bergerak ke selatan, yakni Kebayoran Baru, Pondok Indah, dan Cilandak; kemudian ke utara ada Pantai Indah Kapuk dan Kelapa Gading; ke barat ada Taman Anggerek dan Alam Sutra; ke timur ada Kramat Jati terus sampai Bekasi ada Jaka Permai dan Persada Kemala. Banyak rumah mewah dibeli bukan hanya untuk rumah hunian yang nyaman, melainkan untuk menyimpan isteri gelap atau tempat papa main esek-esek. Seorang temanku berkata, bahwa semakin tinggi level keuangan seseorang, maka orang seperti ini seharusnya semakin banyak memberi sedekah untuk orang-orang yang sangat membutuhkan. Memang kenyataannya orang seperti ini bersedekah, tapi diberikan untuk janda-janda muda yang masih birahi. Ini yang disebut subsidi salah sasaran.

Daud adalah seorang raja di kerajaan Yehuda di Palestina. Ketika sedang berjalan-jalan di balkon istananya, matanya tak sengaja melihat di kejauhan tubuh seorang perempuan telanjang sedang mandi. Ia birahi luar biasa terhadap perempuan ini yang ternyata adalah Betsyeba, istri Uriah. Uriah adalah orang Het, komandan pasukan, yakni bawahannya sendiri. Dengan tipu muslihat licik dan keji, maka Uriah dibunuh melalui tangan orang lain. Istri orang Het ini disetubuhinya di dalam istananya yang megah sampai hamil, maka Tuhan memberi hukuman kepadanya, bahwa keluarganya tidak akan jauh dari pedang. Daud menyesal sekali dan bertobat, tetapi hukuman Tuhan terhadap perbuatannya yang tercela tetap berjalan, yakni kehidupan keluarganya berantakan. Anak laki kesayangannya, Absalom meniduri semua gundiknya. Tuhan juga menjatuhkan hukuman atas perbuatan haram Absalom, dia mati dengan leher tergantung di pohon tarbantin."

Donatto diam sejenak untuk minum seteguk air mineral kemudian cerita dilanjutkan.

"Ken Arok adalah seorang hamba yang bekerja kepada adipati Tumapel, Tunggul Ametung karena hubungan baik pendeta Lohgawe dengan adipati. Ia berasal dari rakyat kalangan bawah dan hidupnya meresahkan masyarakat, karena dia preman yang sangat disegani. Pada suatu hari adipati berjalan-jalan keliling kadipaten bersama istrinya yang cantik, Ken Dedes. Selesai berpesiar keliling kedipaten, pulanglah mereka. Ketika Ken Dedes turun dari kereta kencana, kainnya tersingkap sehingga pahanya yang mulus terlihat oleh Ken Arok dan pandangan yang sekejapan mata ini bagi Arok memperlihatkan, bahwa memek Ken Dedes mengeluarkan pancaran sinar luar biasa. Peristiwa ini segera disampaikan kepada Lohgawe, katanya, bahwa seorang laki yang memiliki istri seperti ini tak lama kemudian akan menjadi raja. 

Dengan satu tipu muslihat yang keji dan sangat licik sekali, Arok berhasil membunuh suami Ken Dedes yang sedang tidur pulas dengang satu tikaman kris buatan Mpu Gandring menancap tepat di dadanya, dan kris dibiarkan tetap menancap di dada sang adipati. Ketika fajar menyingsing, seluruh Tumapel geger atas peristiwa pembunuhan ini, tetapi Kebo Ijo teman dekat Arok yang menjadi tersangka utama. Kebo Ijo tidak mempunyai alibi untuk mengelak atas kematian adipati, maka dia dihukum mati.

Kemudian dia menikahi Ken Dedes yang saat dinikahi tengah hamil tiga bulan anak dari Tunggul Ametung. Ketika anak ini lahir diberi nama Anusapati. Ia mempunyai anak laki dari istri mudanya, Ken Umang, yakni Tohjaya. Setelah menggilas tentara Kediri di desa Ganter dan Kertajaya, raja Kediri terakhir mati di desa ini selanjutnya dia menobatkan  diri sebagai raja Singosari pertama dengan sebutan Rajasa Sang Amurwabumi. Tumapel diganti menjadi Singosari.

Keinginan Ken Arok menjadi raja memang terwujudkan, tetapi di dalam istananya timbul prahara, yakni darah yang tertumpah menuntut balas kematian. Ia mati ditikam dengan kris Gandring miliknya sendiri, oleh Anusapati, anak tirinya melalui tangan orang lain dan Anusapati juga mati dibunuh oleh Tohjaya dengan kris Gandring. Akhir tragedi keluarga ini, Tohjaya mati dalam satu huru-hara di dalam kerajaan, dia mati oleh lemparan lembing dan mati karena pendarahan hebat.

Dua keluarga berantakan, yang satu cerita hidup berasal dari Palestina dan yang kedua berasal dari satu kisah sejarah yang pernah terjadi di Jawa Timur. Daud dan Ken Arok keduanya menyimpan dan melaksanakan keinginan buruk yang membuahkan prahara di dalam keluarga mereka masing-masing. Jadi,  ... bukan rumah dan perabotan yang mengisi rumah yang membuat penghuninya merasa nyaman menempati suatu rumah yang telah dibelinya, juga bukan karena ada satu piring penuh ayam goreng, melainkan keadaan batin orang yang telah menempati rumah yang dimilikinya. Tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena dia diseret dan dipikat oleh keinginannya. Siapa saja yang memelihara keinginan buruknya, dosa sudah mengintip di depan jiwanya. Dalam takut akan Tuhan ada ketenteraman yang besar, bahkan ada perlindungan bagi anak-anaknya. Tidak masalah apakah engkau mau pilih home di Menteng, Pondok Indah, Pondok Jati, atau di Bougainville Estate, yang penting batinmu bersih di hadapan Tuhan, maka Dia hadir bersama keluargamu. Apakah engkau takut akan Allah, Tuhanmu?"

Munoz selesai menikmati mie ayam pangsit sambil bicara asyik dengan kedua perempuan ini, tak terasa waktu bergulir dan di sekeliling warung gerobak mie ayam ini telah di kelilingi oleh sepuluh penikmat mie ayam pangsit rebus. Mereka serius mendengar obrolan makan siang ini. "Anda berdua saya traktir, saya mengharapkan pada sore hari ini Anda sudah mendapatkan yang Anda inginkan. Di jalan Banyuwening, tak jauh dari tempat ini ada rumah mau dijual, arsitektur bangunan masih model jaman Belanda. Well, see you again." Munoz pergi meninggalkan mereka. Pergi dengan dunianya sebagai transporter.

"Terima kasih, see you again too ...", jawab si rambut hitam bergelombang. Perempuan ini memandangi kepergian Munoz sampai sejauh pandangan di belokan jalan Banyuwening.-

Jumat, 12 Juli 2019

Kritik

Pada suatu hari ada seorang perempuan tetanggaku berkata kepada istriku, bahwa kalau Tini itu bukan kakak istriku, pastilah perempuan yang bernama Tini ini akan didampratnya. Apa masalahnya? Begini duduk persoalannya, perempuan tetanggaku ini mengajarkan kepada istriku cara membuat wajik langsung sekalian demo. Hasilnya? Enak! Tidak mengecewakan. Keesokan harinya tanpa sepengetahuan istriku, kakak istriku ini menemui perempuan tetanggaku ini dan berkata bahwa wajik buatannya kurang ini dan kurang itu. Perempuan tetanggaku tidak terima dengan segala ucapan kakak istriku ini.

Perempuan tetanggaku ini orang Magelang  dan umurnya kira-kira 50 tahun. Magelang terkenal sebagai kota di mana Akademi Militer Indonesia berada dan terkenal dengan kue wajik yang menjadi ciri khas kota ini. Di kota ini yang terkenal adalah wajik dengan brand Nyonya Kweek. Bagi kebanyakan orang kota ini, wajik adalah makanan yang lumrah dibuat oleh orang di sini. Ibaratnya, orang Magelang tentu lebih banyak tahu cara membuat wajik dibandingkan dengan orang Palembang atau orang Minang. Begitu logikanya, bukan? Aku juga harus mengakui jujur, bahwa temanku laki orang Palembang lebih piawai membuat pempek dibandingkan denganku orang Blitar, walaupun aku pernah menetap di Palembang selama lima belas tahun. Aku tahunya makan pempek. Jadi? Jangan mengajarkan kepada buaya bagaimana seharusnya berenang. Apa yang telah dilakukan oleh kakak istriku itu namanya kritik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kritik artinya kecaman atau tanggapan yang kadang-kadang disertai pertimbangan baik atau buruk. Tidak semua orang dapat menerima kritik, walaupun disertai alasan logis, apalagi feeling sedang tidak mood disodori kritik, jadinya seperti menyiram satu pletikan api kecil dengan bensin. Langsung kebakaran besar. Mau bicara tentang kritik rasanya kurang lengkap kalau tidak menyertakan romo Suseno dalam bukunya Etika Jawa. Bukan kebetulan juga pelaku cerita di atas adalah orang-orang Jawa, maka aku mau bicara sedikit beretika dalam memberi kritik. Kritik dapat dilakukan oleh berbagai etnis dan bangsa mana pun. Jaman sekarang anak saja sudah berani memberi kritik kepada orang tua. 

Lima puluh tahun yang lalu dalam dunia pendidikan tinggi ada satu istilah yang disebut dosen killer. Siapa saja yang berani mengeritik kepada seorang dosen, maka bersiaplah menjadi mahasiswa abadi alias tidak pernah menyelesaikan kuliahnya pada waktunya. Jangan mengeritik, terima saja apa kata bu dosen, baik atau buruk yang penting lulus (Ashadi Siregar, novel, Jakarta : 1976). Hasilnya? Setelah bertahun-tahun mereka digembeleng untuk menyenangkan hati dosen the killer, maka jadilah mereka pekerja-pekerja bermental "yes man" atau asal bapak senang selama enam dekade kepemimpinan Bapak Orde Baru. Kritik untuk membangun pasti okay? Seperti apa kritik untuk membangun? Benny Moerdani adalah jenderalnya Soeharto yang disegani di antara sesama jenderal pernah dengan beraninya di hadapan "Pak De"nya ini mengkritik secara empat mata perilaku bisniz anak-anak laki Soeharto. Hasilnya? Ia dicopot tak lama kemudian (Salim Said, Bandung : 2014, hlm. 325). Suatu kondisi kritis tidak dapat dibiarkan berlarut-larut yang dapat mengancam kerukunan, maka diperlukan pula suatu terobosan untuk mengatasi kondisi kritis. Membutuhkan keberanian luar biasa untuk mengkritik orang yang sangat berkuasa pada waktu itu, walaupun mungkin menyadari bahwa dirinya siap menjadi tumbal.

Romo Suseno berkata, bahwa para orang tua supaya mendidik anak-anak mereka berani untuk berbicara. Dan, romo selanjutnya juga berkata bahwa dari sejak dini anak-anak dididik apa artinya menjaga kerukunan. Kerukunan dimulai dari keluarga inti, yakni ayah, ibu, dan anak-anak. Masyarakat adalah kumpulan keluarga-keluarga berantakan, agak rukun, dan rukun benaran. Keluarga-keluarga rukun relatif lebih mudah bersosialisasi, sementara yang berantakan cenderung menutup diri dan akhirnya tersisihkan sebagai orang-orang tertolak di tengah suatu masyarakat. Keluarga-keluarga perlu rukun, maka itu disebut rukun tetangga. Apa sih yang disebut rukun?

Rukun berarti kondisi tenang dan tenteram. Kondisi seperti ini dapat tercapai, apabila individu-individu lebih mengutamakan kepentingan kelompok. Dan, kondisi seperti ini dapat tercapai, apabila satu terhadap yang lain saling menghormati. Individu-individu yang lebih muda usia mendahulukan mereka yang lebih senior, sementara yang lebih tua bersikap mengayomi yang lebih muda. Realitas Injil mengatakan demikian, hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, dan hormatilah raja. Raja? Engkau menempatkan dirimu menghormati orang yang lebih dimuliakan, bukan semaumu sendiri. Semua suku bangsa di Indonesia memegang prinsip saling menghormati berdasarkan strata sosial. Pada beberapa suku bangsa di Indonesia membuka isi hati secara terbuka terlebih terhadap orang yang dituakan, maka tindakan ini dapat menimbulkan ketidaktenangan lingkungan. Lebih baik duduk manis tidak berbuat apa-apa daripada bertindak tapi menimbulkan kondisi tidak tenang. Namun, sekiranya engkau memang terpaksa harus memberi kritik, maka haruslah engkau menggunakan idiom-idiom untuk menjaga perasaan orang lain. Inilah yang dimaksudkan oleh romo Suseno, engkau mempunyai keberanian berbicara, sebaliknya engkau juga menghormati orang yang engkau ajak bicara supaya kondisi tenang dan tenteram tetap terjaga. Idiom itu seperti ini contohnya :"Black forrest cake yang ibu buat itu sudah enak, tapi tentu akan lebih enak bila ditambahkan sedikit kirsch wasser."

Pada masa kini kritik tidak lagi untuk menegur seseorang atau institusi supaya bekerja lebih baik lagi, melainkan mengumpulkan kekurangan atau kesalahan orang lain untuk menjatuhkannya. Ketika William Earl Clinton atau yang lebih dikenal dengan Bill Clinton mencalonkan diri menjadi presiden Amerika Serikat ke 42, ada satu issu politik yang dipakai oleh lawan politiknya, yakni issu Perang Vietnam. Ketika perang Vietnam sedang berkecamuk dari 1960 - 1975, dia memang tidak ikut terjun dalam peperangan ini, tapi dia dapat menepis kritik atas issu ini. Kasus kedua, ketika Joko Widodo mencalonkan diri menjadi presiden Republik Indonesia untuk perioda ke dua, dia diterpa dengan berbagai kritik untuk menggagalkan pencalonannya, antara lain : pemerintah yang lamban menghandel bencana, dekat dengan pemerintah Tiongkok, menjual negara ke Tiongkok, pernah menjadi anggota Partai Komunis Indonesia, ada keturunan Tionghoa, dan melakukan kebijakan ekonomi yang salah. Serangan kritik yang semakin menggunung adalah realitas kehidupan, semakin tinggi kedudukanmu sebagai public figure, maka semakin banyak mendapat serangan kritik. Hanya orang yang bermental negarawan yang mampu menghadapi serangan kritik bertubi-tubi. 

Di negeri ini paling tidak ada dua orang ahli ekonomi makro dan satu orang ahli politik yang gemar memberi kritik kepada pemerintah yang dinilai salah dalam menentukan kebijakan ekonomi. Rasanya mereka tidak bahagia kalau satu hari saja tidak memberi kritik. Lebih baik dalam kehidupanmu sehari-hari menjadi garam dan terang bagi lingkunganmu daripada memberi kritik yang mungkin justeru menciptakan kondisi yang tidak tenang dan tenteram. Jangan menuntut orang lain untuk berubah karena kritikanmu, sebaliknya perubahan dimulai dari dalam pribadimu terlebih dahulu. Berprestasi tentu lebih baik daripada sering melemparkan kritikan kepada orang lain. Keluarkanlah dahulu balok dari dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata orang lain (Matius vii:5). Sebagai penutup tulisanku ini, aku menyajikan singkat kisah sejarah yang pernah terjadi di Jawa Timur, yakni kisah pemberontakan Rangga Lawe (Mulyana, Yogyakarta : 2005, hlm. 207).

Rangga Lawe adalah seorang ksatria, anak bupati Sumenep, Wiraraja yang menetap di Tuban. Ia termasuk ikut berjuang bersama Raden Wijaya mengusir tentara Tartar Kubilai Khan keluar dari pulau Jawa. Lama setelah tentara Tartar terusir dari pulau Jawa, dia datang ke kerajaan menghadap Raden Wijaya, raja Majapahit pertama bergelar Kertarajasa Jayawardana. Di hadapan raja dengan basa-basi kerajaan sekedarnya dia langsung mengutarakan kritik tajam sebagai bentuk kekecewaan yang amat sangat mengapa bukan dia atau Lembu Sora, pamannya yang diangkat menjadi patih.

Memberi kritik tajam dan secara terbuka di hadapan raja dan pembantu-pembantu raja adalah suatu tindakan yang sangat lancang, tetapi siapa yang berani menghadapi Rangga Lawe, pahlawan perang dari Madura yang masih mempunyai pasukan di Tuban. Rangga Lawe adalah orang lapangan yang punya pengalaman tempur yang tak bisa dipandang enteng dan raja masih menghormatinya. Ibaratnya, dia itu panglima komando daerah militer yang dapat menggerakkan pasukannya untuk melawan kerajaan. 

Demi menjaga wibawa raja, Kebo Anabrang, komandan pasukan Majapahit perang tanding melawan Rangga Lawe di sungai Tambak Beras. Dua orang sakti dan berpengalaman perang kini berhadapan face to face. Lawe kalah dan mati berdarah-darah di tangan Anabrang. Tidak tega melihat keponakannya mati teraniaya, Lembu Sora meloncat ke sungai menikam Anabrang dari belakang dengan kris, tembus ke tulang belikat dan mati. Lembu Sora seharusnya dihukum mati menurut KUHP kerajaan, tetapi oleh kebijakan raja, dia dihukum buang, artinya dia tidak boleh melihat Majapahit lagi selamanya 

Hati-hati untuk memberi kritik!!! 

Sumber-sumber pustaka :
Siregar, Ashadi, Cintaku Di Kampus Biru, Novel, Jakarta, 1976.

Film Cintaku Di Kampus Biru, sutradara : Ami Priyono, Yogyakarta, 1976.

Suseno, Franz Magnis, Etika Jawa, Jakarta : Gramedia, cetakan III, 1988.

Muljana, Slamet, Menuju Puncak Kemegahan : Sejarah Kerajaan Majapahit, Yogyakarta : LKIS, cetakan I, 2005.

Said, Salim, Dari Gestapu Ke Reformasi, Bandung : Mizan, cetakan III, 2014.