Sabtu, 16 Maret 2019

Untuk Siapa Persembahan Perpuluhan?

Sejak berdirinya gereja pertama pada abad ke 2, gereja tidak pernah lepas dari polemik. Polemik adalah suatu masalah yang terus diperdebatkan secara terbuka dan seperti tanpa akhir. Memasuki abad ke 20 gereja memasuki babak baru suatu polemik yang merambah dalam bidang ekonomi. Polemik ini sejalan dengan kemunculan kelompok Injili yang dipelopori oleh gerakan Pentakosta di Amerika.

Pada dekade 90-an majalah Bahana menulis suatu artikel tentang semakin banyak orang mau membangun gereja, walaupun mereka bukan orang-orang dengan latar belakang pendidikan khusus teologia. Mereka adalah sarjana teknik, sarjana ekonomi, sarjana hukum, anyway pendidikan untuk bidang sekuler. Orang-orang seperti ini sudah dapat menghitung besarnya profit yang diperoleh dari persembahan perpuluhan dibandingkan kalau seorang Kristen tetap berkutat menjadi seorang pekerja sampai pensiun. Orang seperti ini secara fisik memang pendeta, tetapi dia adalah seorang tanpa urapan Roh Allah. Lebih tepat dia disebut hamba uang, sebab dia membangun gereja dengan motivasi uang. Barangsiapa mencintai uang, maka dia layak disebut hamba uang. Berbicara tentang persembahan perpuluhan, artinya kita sedang berbicara tentang ekonomi. Ketika ilmu ekonomi semakin maju pesat, maka orang mulai menghitung profit dan prospeknya membangun suatu gereja. Banyak hubungan pertemanan rusak karena uang demikian pula banyak gereja berantakan karena uang, karena tak jelas cash flow persembahan perpuluhan ke mana saja. Pertanyaan yang sering ditanyakan oleh umat Tuhan adalah :"Untuk siapakah persembahan perpuluhan?" 

Sejatinya persembahan perpuluhan diberikan kepada pendeta (baca : gembala) untuk berbagai kebutuhan gembala dan rumah Tuhan. Tuhan telah menetapkan semua orang Lewi menjadi milik-Nya untuk melakukan tugas pelayanan di Kemah Pertemuan dan tugas pelayanan untuk melayani suku-suku Israel yang lain (Bilangan viii:19). Musa menegaskan pekerjaan orang Lewi, yaitu mereka meletakkan ukupan wangi-wangian. Ukupan wangi-wangian selalu diletakkan di dalam Kemah Pertemuan dan dilakukan oleh orang-orang yang telah ditetapkan oleh Tuhan untuk melakukan pelayanan di tempat ini (Ulangan xxxiii:8). Tuhan telah memerintahkan umat Israel melalui Musa untuk memberikan persembahan perpuluhan (Imamat xxvii:32 dan Ulangan xiv:22). Tidak boleh mengabaikan orang Lewi, sebab mereka tidak memiliki pusaka, yaitu tanah yang dapat dikelola untuk menghasilkan uang (Ulangan xiv:27). Sesudah 70 tahun pembuangan di Babilonia, Tuhan memerintahkan umat Israel melalui nabi-Nya, Maleakhi supaya mereka menyerahkan perpuluhan ke dalam rumah perbendaharaan Tuhan (Maleakhi iii:10). Siapakah orang yang melayani segala sesuatu di dalam rumah perbendaharaan? Orang Lewi! Mereka yang disebut orang Lewi menurut konteks masa kini adalah gembala di gereja. Rasul Paulus menegaskan, bahwa gembala mendapatkan penghidupan dari pelayanan mezbah (I Korintus ix:13-14).

Sepanjang pelayanan Yesus selama tiga setengah tahun di Palestina, Dia tidak pernah berbicara secara eksplisit tentang perpuluhan, sebab pada masa itu pelaksanaan persembahan ini telah berjalan lancar. Dalam Matius xxiii:23 tertulis kalimat demikian :"... yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan ... " Kata "harus" memiliki makna, bahwa segenap orang Israel telah melaksanakan hukum, yakni hukum Taurat. Implementasi hukum adalah ketaatan untuk dilaksanakan.

Orang Farisi tidak pernah berhenti mencobai Yesus, maka pada suatu kesempatan mereka mempertanyakan kepada Yesus, yakni apakah orang Yahudi diharuskan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak. Yesus bertanya kepada seorang Farisi :"Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab orang Farisi :"Gambar dan tulisan Kaisar." (Matius xxii:20). Judul perikopnya sudah jelas tentang membayar pajak kepada pemerintah (baca : Kaisar), bukan tentang persembahan perpuluhan. Pada konteks seperti ini engkau berpikir sudah taat menjalankan semua perintah Allah, tapi apakah engkau juga taat terhadap peraturan pemerintah, yakni membayar pajak. Ketaatan membayar pajak termasuk bagian ketaatan beribadat kepada Tuhan. Rasul Paulus berkata, bahwa tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Tuhan dan pemerintah yang ada ditetapkan oleh Tuhan, maka orang yang tidak taat membayar pajak berarti dia melawan kehendak Tuhan (Roma xiii:1-2). Warga negara yang tidak taat membayar pajak, maka dia akan dikenai sanksi hukum. Umat Tuhan yang tidak memberi perpuluhan ke rumah Tuhan, maka perbuatannya mendatangkan murka-Nya. Musa memohon kepada Tuhan supaya terhadap orang seperti ini Dia memberi ganjaran hukuman (Ulangan xxxiii:8). Sedemikian kejamkah Tuhan memberi hukuman terhadap orang yang melalaikan hukum?

Memang ada juga gembala-gembala yang tidak bertanggungjawab mengelola keuangan gereja, sehingga umat Tuhan terpecah persatuannya. Misalnya, di Korea Selatan pernah terjadi skandal pengelolaan uang gereja sehingga gembalanya berurusan dengan pengadilan. Di Surabaya juga pernah terjadi  satu gereja besar pecah karena salah urus pengelolaan uang perpuluhan. Baik gembala maupun anggota-anggota jemaat adalah dua pihak yang memiliki tanggungjawab masing-masing di hadapan Tuhan. Gembala bertanggungjawab mengelola perpuluhan untuk keperluan keluarganya maupun kebutuhan gereja, sedangkan anggota jemaat memberi perpuluhan memang tanggungjawab yang harus dipenuhi. Tidak memenuhi kewajiban ini dipandang mengusik ketenteraman orang Lewi. Jangan mengusik orang-orang yang diurapi oleh Tuhan dan jangan berbuat jahat terhadap orang-orang yang ditunjuk oleh Tuhan sebagai gembala-gembala-Nya (I Tawarikh xvi:22). Orang percaya harus memahami esensi memberi persembahan, khususnya perpuluhan supaya tidak memberi dengan persungutan, sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Orang Lewi (baca : gembala) adalah orang biasa seperti pada umumnya manusia membutuhkan makan. Makan dan pakaian adalah kebutuhan dasar manusia dan mereka juga membutuhkan rumah untuk menetap.



Will be continued ....