Kamis, 22 Maret 2018

He has gone.

Pada  10 Maret 2018 pukul 07.25 kakakku telah pergi selamanya menghadap Tuhan. Ia pergi dengan tenang. Ia pergi dalam statusnya masih lajang sampai pada usianya yang ke 70 kurang dua bulan. Ia meninggalkan kami di tempat settelnya di Jalan Margaguna Raya. Tapi untuk daerah di situ orang lebih mengenal dengan Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Pada hari biasa jam kerja dari Bekasi untuk mencapai tempat ini membutuhkan waktu kira-kira hampir dua jam. Setiap bulan aku datang menjenguknya untuk mengambil persembahan perpuluhan untuk aku serahkan di rumah Tuhan di mana aku mengikuti kebaktian. Aku merasakan kehilangan atas kepergiannya, sebab rasanya aku belum maksimal melayaninya. Kami lima bersaudara, empat laki dan satu perempuan. Saudara pertama sudah meninggal, dia adalah saudara kedua, saudara ketiga masih ada di Palembang, aku keempat, dan kelima adalah bungsu masih ada di Wlingi. Di antara lima bersaudara, maka kami adalah yang paling akrab. Dan, dia banyak berkorban untukku.

 

Investor

Aku tidak pernah mempunyai impian menjadi investor. Bertahun-tahun dalam karirku selama hampir tiga puluh tahun aku pernah menjadi seorang pekerja pabrik yang hanya menerima gaji perbulan. Dalam mind-set yang ada dalam pikiranku, aku adalah seorang gajian belaka. Apakah investor itu? Apakah ini nama seekor binatang bertanduk? Investor adalah seorang pemilik modal dalam bentuk uang kemudian uangnya dikelola dalam suatu bentuk usaha dan menghasilkan laba. Selama bertahun-tahun kami terlibat hutang dengan bank dan banyak teman kami hutangi, bahkan orang yang tak layak kami hutangi pun kami berhutang kepadanya, yakni dua orang pendeta. Hutang kami kepada bank memang tak seberapa kalau dibandingkan dengan jaminan milik kami, yakni rumah senilai 1,5 M rupiah. Namun pembayaran hutang kami tidak pernah lancar. Kami pernah berganti-ganti bank, istilahnya gali lubang tutup lubang. Kalau begini caranya tidak akan pernah menyelesaikan masalah, kata seorang analis keuangan dari suatu bank.

Ia, katakan saja namanya, Ruud de Ross orang peranakan Ambon Belanda dari Bank Perkreditan Rakyat Untung Lancar. Ia mengusulkan kepada kami pindah ke bank lain mengajukan pinjaman lebih besar untuk menutup hutang di bank sebelumnya dan sisanya digunakan untuk investasi pengolahan limbah plastik di Tam.bun. Menurut kata Ruud, limbah plastik memiliki prospek bagus untuk menutup hutang dalam jangka waktu lima tahun. Jarang ada analis keuangan bank memberi solusi demikian. Aku diperkenalkan olehnya dengan pak Anton dari Tam.bun pemilik lahan pengolahan limbah plastik seluas hampir 2 hektar. Pak Anton ini seorang pengolah limbah plastik yang sedang tersendat likuiditasnya dan menunggu seorang investor untuk menambah modal. Hampir dua tahun dia bertahan hidup jual-beli barang rongsokan yang tak seberapa nilainya, yakni besi, kardus, botol-botol bekas sirup. 

Pada 7 Maret 2018 adalah hari pertama aku berada di lahan usaha pak Anton, sebagai investor. Aku memasukkan modal kerja sebesar 80 juta rupiah. Aku membutuhkan pekerjaan untuk dapat melunasi hutang dan pak Anton membutuhkan modal segar untuk menjalan roda bisniznya kembali jalan. Tuhan memberi jalan yang tidak pernah aku pikirkan.-