Kamis, 15 November 2012
Demi Kemanusiaan Dibebaskan Dari Hukuman?
“Demi politik, kekuasaan sering mengabaikan keadilan.”
Abdelbasset Ali Mohmed al-Megrahi
seorang pria dari Libya yang terlibat peledakan pesawat Boeing 747 Pan Am,
flight no. 103 di atas langit kota Lockerbie, Scotlandia pada 1988. Korban yang
jatuh tidak termasuk awak pesawat berjumlah 270 orang penumpang, sebagian besar
berasal dari Amerika Serikat. Pesawat penumpang itu telah meledak
berkeping-keping dan seluruh kepingan tubuh pesawat ini telah berserakan dan tenggelam
ke dasar lautan Atlantic beberapa puluh mil lepas pantai Scotlandia. Aku masih
ingat bagaimana antusias pihak kepolisian Inggris dan Amerika mengungkapkan
kasus paling heboh pada masa itu. Mereka mengerahkan banyak penyelam untuk
mengumpulkan seluruh kepingan tubuh pesawat. Kepingan demi kepingan yang telah
terkumpul kemudian dibentuk kembali menjadi satu pesawat yang utuh, maka
tampaklah lubang besar akibat ledakan bom di sisi kanan dekat sayap pesawat
terbang.
Namun, dengan alasan demi kemanusiaan,
terpidana seumur hidup yang telah berusia 57 tahun ini sedang mengalami kanker
prostat stadium akhir. Pada tanggal 20
Agustus 2009 pengadilan Scotlandia membebaskannya dari penjara Greenock setelah menjalani 8 tahun masa hukumannya. Sedemikian
murah hati orang Inggris membebaskan al-Megrahi dari vonis penjara seumur hidup
memang mengundang prasangka. Ingat saja dengan Rudolf Hess tahanan politik
penjahat perang Nazi Jerman, sampai usia 92 tahun dan pikun tak juga dibebaskan
demi kemanusiaan.
Wajar saja peristiwa pembebasan
ini menimbulkan gelombang protes dari para keluarga korban peledakan pesawat
ini terhadap putusan pengadilan Scotlandia, tak kurang Presiden Barrack Obama
menyatakan rasa kekecewaannya atas putusan ini. Mungkin bukan karena putusan
bebasnya yang membuat keluarga korban kecewa, melainkan karena al-Megrahi,
terpidana ini disambut sangat meriah sebagai pahlawan ketika pesawat yang
mengantarnya pulang mendarat di bandara udara Tripoli .
Di bawah langit ini apakah masih
ada tindakan manusia yang dilakukan cuma-cuma tanpa memperhitungkan
kepentingan. Kepentingan utama harus disamarkan oleh tindakan lain dengan
alasan yang dirancang sedemikian rupa sehingga tampak sopan. Kalau Rudolf Hess
dibebaskan apa untungnya dibandingkan dengan al-Megrahi? Kepentingan Inggris
Raya harus didahulukan, tokh yang mati adalah orang lain ini, mungkin begitu
skenarionya. Apa ya kepentingan utamanya? Rahasia, ya? Kata orang, gossipnya kepentingan bisnis
minyak dan gas alam untuk British Petroleum. Mungkin, para petinggi di Amerika
pura-pura kaget dan kecewa, padahal mereka tahu dan juga minta bagian jatah
minyak. Dasar politik.
Di Indonesia juga ada banyak
peristiwa serupa seperti tersebut di atas yang telah terabaikan demi politik
sehingga keadilan dikorbankan. Sebut saja beberapa perkara yang terabaikan,
seperti perkara korupsi bekas presiden Soeharto, kasus orang hilang sepanjang
tahun 1998, kisah matinya Munir yang misterius, kasus Lumpur Lapindo, dan grasi
dari presiden SBY terhadap terpidana drugs. Lalu mau apa engkau terhadap
keputusan yang tidak adil ini? Saya masih ingat bagaimana dulu Suciwati isteri
dari Munir berbicara langsung kepada Presiden George W. Bush tentang pembuhunan
Munir, suaminya. Anda pikir Amerika peduli? Jika Amerika harus peduli, apa
kepentingan Amerika di Indonesia
berkaitan dengan Munir. Sekali lagi saya katakan, demi kepentingan untuk
kepentingan yang lain. Bagaimana pun hebatnya system hukum di Inggris maupun di
Amerika atau di mana pun, kalau politik sudah bicara sama saja, rasanya
keadilan terasa jauh dari harapan. Hanya kepada TUHAN saja kita berharap.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar