Sampai maut memisahkan kami. |
Sabtu, 07 Desember 2013
Hari Ulang Tahun Perkawinan Ke 18
Kami selalu mengingat, bahwa pada 7 Desember 1995 kami
mengucapkan janji perkawinan di hadapan Tuhan di GBI Ebenhaezer, dan Pendeta
Jacob Nahuway yang telah memberi pemberkatan perkawinan kami ini. Resepsi
perkawinan kami sederhana diselenggarakan di belakang aula gereja yang terletak
tidak jauh dari Gedung Balaikota Jakarta. Dari buku tamu dapat kami lihat,
jumlah tamu yang menghadiri pesta ini adalah 200 orang. Tak terasa 18 tahun
telah berlalu. Anak perempuan kami, Yemima Raissa Kusumawardhani, ontang-anting
kata orang Jawa, karena dia adalah anak tunggal telah menginjak usia 16 tahun.
Ia telah menjadi siswa SMAK 7 Penabur Cipinang Indah, Jakarta . Munurut kata ahli bidang hubungan
perkawinan, kami telah melewati masa lima
tahun pertama kehidupan berkeluarga, yang kata orang itu adalah masa paling
kritis. Kami telah melewati tiga kali masa lima tahun plus tiga tahun dengan selamat
bukan karena hebatnya kami, melainkan kasih karunia Tuhan. Mempunyai keluarga
itu menyenangkan, karena banyak hal yang sebelumnya tidak terpikirkan, maka
isteri justeru memberi inspirasi.
Delapan belas tahun telah berlalu, belum banyak pengalaman
kami dibandingkan mereka yang telah puluhan tahun berkeluarga. Kalau diingat,
masa pacaran kami kira-kira hanya 6 bulan saja. Selama pacaran aku selalu
menghadiri kebaktian di GBI Mawar Saron Jalan Raden Saleh Jakarta tempat bekas
pacarku ini mengikuti ibadat Minggu. Berangkat dari Cibinong dengan angkutan kota warna biru muda nomor 08 menuju stasiun kereta
listrik Bogor .
Dari Bogor berhenti di Cikini, kemudian ke Jalan Raden Saleh. Aku waktu itu
masih menetap di Cibinong dan masih bekerja di satu pabrik semen di kota kecil ini. Tidak ada
satu pun dari tetanggaku waktu itu mengetahui, bahwa aku telah mempunyai calon
isteri. Di perumahan yang banyak dihuni oleh sebagian besar buruh pabrik,
mungkin hanya aku sendiri yang masih sendiri.
Walaupun usia perkawinan kami baru delapan belas tahun, ada
juga kenangan masa lalu yang tak terlupakan sampai kini. Pertama, pada 17
Agustus 1995 malam, aku dan bekas pacarku, dan puluhan ribu penduduk Jakarta
dan sekitarnya beramai-ramai menuju lapangan Monas. Semua orang Indonesia pasti tahu apa makna tanggal 17
Agustus, yakni peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia . Itu adalah peringatan
yang ke 50. Peringatan tahun emas. Hari itu adalah malam pertama kami pergi
berdua pacaran seperti orang gedongan, kata penyanyi Benyamin Suaeb. Tapi yang
namanya pacaran memang bukan monopoli orang gedongan, orang kolong jembatan
juga boleh saja pacaran. Malam itu adalah moment yang sangat penting bagi
kebanyakan orang Jakarte, bukan karena di Monas ada banyak jualan kerak telor,
itu makanan khas orang Betawi. Pemerintah Indonesia mendapat hadiah istimewa
dari pemerintah Prancis, yaitu memperoleh 10 ton kembang api untuk memeriahkan
pesta peringatan hari kemerdekaan. Satu pemberian dari negara sahabat yang
beraroma suap terselubung. Lho? Waktu itu, sampai Agustus 1995 pemerintah
Prancis sedang tergesa-gesa menyelesaikan percobaan reaksi thermo-nuklir bawah
tanah di kepulauan Mururoa, satu kepulauan milik Prancis di samudera Pasifik.
Percobaan ini harus selesai sebelum perjanjian pembatasan senjata nuklir
ditandatangani [aku lupa di negara mana perjanjian ini dilaksanakan]. Well,
supaya tak ada protes-protes dari Indonesia , maka dikirimlah hadiah
istimewa peringatan hari kemerdekaan. Pesta kembang api sangat meriah
berlangsung di pusat kota Jakarta . Ribuan kembang api dibakar dari
puncak Monumen Nasional, warna-warni, berbagai bentuk flare memenuhi angkasa Monas.
Kira-kira sampai tengah malam pesta kembang api ini selesai. Kami dan ribuan
lainnya pulang menyusuri Jalan Thamrin dengan berjalan kaki, sampai di Bundaran
HI belok ke Jalan Imam Bonjol, terus ke Jalan Diponegoro, dan tibalah kami di Jalan
Salemba di depan Rumah Sakit Katholik Sint Carolus, dari sini dengan taxi kami
pulang ke Bekasi. Lelah? So pasti, tapi hati senang.
Memori yang kedua adalah ketika kami memantapkan keinginan
kami menuju perkawinan, yakni sumpah setia di hadapan Tuhan. Persiapan yang
harus dipenuhi oleh setiap pasangan calon suami-isteri adalah mengikuti katekisasi
pra perkawinan di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Kwitang. Sebetulnya tidak
semua synode menyelenggarakan katekisasi ini, tetapi kami mengikuti katekisasi
ini hanya sebagai inisiatif pribadi saja. Katekisasi ini diselenggarakan pada
malam hari dari pukul 19.00 sampai selesai. Well, begini ceritanya. Di tengah
acara katekisasi yang sedang serius diikuti oleh banyak pasangan dan pembicara
adalah seorang pendeta yang bersemangat memberi penyuluhan, tiba-tiba aku
terhenyak karena teringat sesuatu. Apa itu? Aku teringat, rasanya sebelum aku
meninggalkan rumah di Cibinong, aku merebus satu liter air minum di dalam panci
berlapis teflon. Artinya kompor gas sedang menyala di dalam rumah kosong. Segera
pikiranku terhadap session katekisasi ini menjadi buyar tidak terkonsentrasi
lagi. Seusai kami mengikuti hari pertama katekisasi, aku tidak mengatakan apa
pun kepadanya yang membuat aku gelisah tentang keadaan rumah di Cibinong. Kami
segera berpisah, aku pulang ke Cibinong, sedangkan dia pulang ke Bekasi.
Benarlah dugaanku, sesuatu yang membuat aku gelisah di sepanjang perjalanan
pulang ke Cibinong ternyata benar. Kompor gas itu masih menyala, tetapi air
minum yang aku rebus di dalam panci telah kering sama sekali. Untunglah! My
God! Rumahku selamat tidak terjadi sesuatu yang mengerikan, yakni kebakaran. Kalau
orang setelah selesai membuat meja tulis atau kursi dari kayu, yang diperlukan
pekerjaan selanjutnya adalah sentuhan akhir, yakni dihaluskan dengan varnish.
Kami berunding tentang pembuatan wedding ring. Perundingan ini kami tuntaskan
di satu halte bus di Jalan Saharjo, didepan Gereja Gunung Moria, tidak jauh
dari tugu patung Hanoman di Pancoran.
Memori yang ke tiga adalah isteriku hamil menginjak bulan,
kalau tak salah keenam. Ia mengalami pendarahan sehingga dia harus dibawa ke
Rumah Sakit Sint Carolus. Dokter spesialis kandungan yang memeriksanya
mengatakan, bahwa bayi yang ada di dalam perut isteriku masih mempunyai
kehidupan. Dokter ini memang eksentrik penampilannya, tetapi kata orang dia
adalah dokter yang bertangan dingin dalam masalah penanganan kelahiran. Ia menolak upaya kelahiran dengan cara Caesar
dan menolak pemeriksaan ultrasonography kalau tujuannya hanya ingin tahu jenis
kelamin bakal bayi. Setiap kali calon ibu yang akan melahirkan selalu
ditunjukkan dua ayat yang tertulis di dalam Alkitab, yakni tentang kodratnya
perempuan. Isteriku melahirkan bayi perempuan melalui tangan dingin dokter ini
pada 7 September 1997 pukul 04.20 waktu Indonesia bagian Barat. Waktu itu
seluruh dunia sedang dalam perkabungan besar, yakni Lady Diana Spencer, isteri
Pangeran Charles meninggal dunia akibat kecelakaan mobil di Paris pada 30 September 1997. Sekarang anak
perempuan kami telah menginjak usia 16 tahun dan bersekolah di SMAK di Jakarta
Timur. Kalau diingat flashback, ini adalah satu keajaiban dari Tuhan, bahwa
anak kami ada seperti sekarang.
Satu hal yang kami tekankan dalam kehipuan perkawinan kami
adalah iman. Kami adalah pasangan yang satu iman yang sama, yakni di dalam
Kristus. Memang tidak semua pasangan yang tidak satu iman berakhir kandas di
tengah perjalanan perkawinan mereka, sebaliknya tidak sedikit juga perkawinan
yang berasal satu iman yang sama berakhir dengan tragis dalam perceraian.
Tetangga kami adalah calon pendeta, kedua orang tuanya berasal dari Jawa
Tengah, beda iman, tetapi ayahnya adalah seorang nasionalis sejati yang memberi
kebebasan kepada putri tunggalnya untuk menjadi seorang calon pendeta. Namun,
alangkah baiknya kalau memulai kehidupan perkawinan dengan cara yang seperti
dikehendaki oleh Tuhan, yakni dapatkan pasangan yang seimbang, yakni satu iman
yang sama. Dapatkan calon pasangan di tempat yang benar. Di tempat seperti apa
yang di sebut benar, ya? Mintalah ke pada Tuhan di dalam doamu, doa yang
dipanjatkan dengan iman segala sesuatu yang berkaitan dengan pasangan hidup,
seperti satu iman yang sama, mempunyai roh takut kepada Tuhan, punya
responsibilitas, punya kasih, dan bertemu di tempat yang benar. Aku sendiri
sebenarnya tidak tahu tempat yang disebut benar itu seperti apa? Apakah engkau
mempunyai angan-angan bertemu dengan pasangan hidupmu di kompleks pelacuran
atau di tempat hiburan dunia? Engkau dapat memilih isterimu, tetapi engkau tidak
dapat menentukan jodohmu. Itu rahasia Tuhan atas kehidupanmu.
Pengharapan dalam kehidupan perkawinan kami adalah tetap
bersatu di dalam Tuhan. Kami menanamkan semua nilai keluhuran budi di dalam
hati kami supaya tetap bersatu. Masukkan perbendaharaan kata yang baik yang
membangun semangat tetap bersatu. Tuhan itu memberkati keluarga yang rukun
bersatu, karena berkat itu harus dinikmati bersama, bukan sendiri-sendiri.
Menunjukkan contoh nyata kepada anak adalah lebih berguna dibandingkan dengan
bicara saja tanpa bukti nyata. Do more than speak only! Aku dan istriku
mempunyai kebiasaan berdoa sebelum tidur, perbuatan ini kami lakukan setiap
malam. Aku biarkan saja anak perempuan kami melihat sendiri apa yang kami
perbuat. Pada satu malam aku melihat sendiri anakku duduk di pinggir tempat
tidur pada posisi orang yang sedang berdoa, mulutnya berkomat-kamit. Aku tidak
tahu apa yang diucapkan dari mulut anakku, tapi ini adalah proses bagaimana
seorang anak memulai untuk berdoa. Bukankah ini adalah satu realitas Injil,
bahwa sebelum engkau berdoa, Tuhan sudah tahu apa yang engkau inginkan. Tuhan
pun sudah mengetahui isi hati terdalam anakku dalam komat-kamitnya itu.
Dengan
cara bagaimana kesalahan dapat ditutupi atau diampuni? Berbahagialah orang yang
kesalahannya diampuni. Tidak ada manusia yang sempurna hidupnya. Saling
mema’afkan di antara kami, jika aku atau isteriku berbuat kesalahan. Kasih itu
menutupi setiap kekurangan di antara kami. Meninggalkan rumah berangkat kerja
atau tiba di rumah kembali aku selalu mencium kedua pipinya dan dahinya. Kami
tidak pernah saling memaki satu sama lain. Janganlah ada di antara kami
mengeluarkan kata-kata yang sia-sia. Tuhan menjauhkan kami dari segala bentuk
kekerasan di dalam keluarga kami. Kami mempunyai pembantu rumah tangga yang
telah bergabung dengan kami sejak dia berusia 11 tahun sampai dia keluar dari
rumah kami selama 17 tahun karena berganti pekerjaan menjadi kapster. Sementara
tetangga kami berganti-ganti pembantu rumah tangga dalam satu tahun, kami dapat
memelihara pembantu rumah tangga sampai bertahun-tahun. Kasih itu sabar, lemah
lembut, dan tidak saling menyakiti. Anak juga akan merasakan kebahagiaan,
apabila kami hidup dalam kasih yakni tidak pernah bertengkar. Ya, inilah yang
kami alami selama 18 tahun, kami tidak pernah bertengkar. Kiranya Tuhan
menjauhkan kami dari segala bentuk pertengkaran. Kiranya Tuhan menjadikan anak
kami sebagai tunas zaitun selamanya. Tahukah engkau apa yang membuat keluarga
itu tetap bersatu? Serahkan semua pergumulanmu ke tangan Tuhan. Tuhan telah
terlebih dahulu mengasihi kita, maka kita pun wajib mengasihi sesama kita
dimulai dari dalam rumah.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar