Senin, 02 Desember 2013
Sengsara Membawa Pertobatan
Ayahnya
seorang milyarder disegani sebagai taipan,
Tuhan
memberinya kekayaan materi berkelimpahan.
Mereka
keluarga kaya sekota metropolitan,
Kupikir
hartanya tak ‘kan
habis tujuh turunan.
Iblis tahu
dia silau oleh dunia gemerlapan,
Iblis
mencobainya ‘tuk meminta bagian harta warisan.
Nasihat
ayahnya, dengan harta manusia memuliakan Tuhan,
Tetapi
bisikan jahat benar-benar membutakan pikiran.
Sayang,
jiwanya tak mampu mengendalikan harta warisan.
Harta habis
tak ada teman sudi memberi tempat tumpangan.
Ia
gentayangan menjadi pengemis dan gelandangan,
Makan
makanan sisa di tong sampah dan tidur di emperan.
Kalau
diingat sungguh menyesakkan pikiran.
Di rumah
ayahnya para pelayan pada gemuk badannya.
Ayam
goreng, nasi goreng, dan kentang goreng berkelimpahan.
Tapi dia,
dari pada mati kelaparan dedak pun bisa jadi santapan.
T’lah
berlalu sepuluh tahun menyusuri jalan,
Luntang-lantung
tak menentu tujuan.
Kelaparan,
kehausan, kepanasan, dan kedinginan,
Sengsara
menemaninya dalam pahitnya kehidupan.
Apakah
masih ada yang tersisa kata-kata penyesalan ?
Dulu,
ayahnya memberi wewaler dan wejangan.
Ayahnya
memberi nasihat ‘tuk didengar dan dilakukan.
Supaya
hidupnya sejahtera dan berkecukupan.
Ia
menyadari betapa berdosanya kepada Tuhan,
Ia mau
pulang ke rumah ayahnya memohon pengampunan.
Ia
menyadari ‘tuk apa selama ini dia mendapat kesengsaraan.
Kesengsaraan
menyadarkannya ‘tuk melakukan pertobatan.
Ayahnya
teramat sangat bahagia menyongsong dia yang pulang.
Bahagianya
menyambut anak yang telah lama hilang.
Jiwa yang
bertobat beri kemenangan gilang gemilang.
Dengan
kepahitan Dia membuka telinganya.
Juga Dia
membujuknya keluar dari duka nestapanya,
Keluar
bebas ke tempat lapang dan leluasa.
Walaupun
kekelaman kehidupannya t’lah berlalu.
Siapa pun
jangan mengenang kepada kejahatannya dulu,
Karena
itulah dulu dia dicobai oleh sengsara.
[Lukas xv:11-22]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar