Jumat, 15 Maret 2013
Korupsi, ... Penyakit Kronis Bangsa Ini
Uang yang diperoleh
dengan cepat, cepat juga lepasnya dari genggaman tangan.
Dengan
terungkapnya kasus korupsi yang dilakukan oleh Gayus HP Tambunan lengkaplah
sudah coreng moreng wajah bangsa ini. Orang ini hanya pemain tengah saja, pasti
ada pemain papan atas yang lebih besar lagi hasil korupsinya. Pegawai negeri
dengan pangkat IIIA kerja baru 10 tahun, gaji setiap bulannya hanya
12 juta rupiah, tetapi dia mempunyai deposit di bank sebesar 25 milyard
rupiah. Tetangga saya juga pengawai negeri, pensiunan di Kementerian
Perhubungan dengan pangkat yang sama dengan Gayus, kerja all out selama 35
tahun, tetapi beda jauh banget seperti bumi dan langit dibandingkan dengan si
Gayus ini. Ia juga tidak pernah mempunyai rekening di bank sebagai warisan
keluarga. Tetangga saya ini bekas kepala bengkel, dulu istilahnya kepala dipo
kereta api di Tanah Abang, Jakarta .
Pada
dekade sampai 80, semua pegawai negeri, terutama yang rendahan, pasti ingat
dengan lagu lama masa lalu, yaitu “tanggal tua”, artinya sekitar tanggal 15
setiap bulan adalah saatnya bikin utangan di warung. Jaman sekarang tidak ada
lagi pegawai negeri menyanyikan lagu tanggal tua, karena negara secara bertahap
telah menaikkan kesejahteraan pegawai negeri. Namun, keserakahan untuk kaya
dengan cepat tidak pernah memuaskan hati, sehingga selalu dicari jalan untuk
mencukupkan kebutuhan diri dengan cara seperti yang dilakukan oleh Gayus dan
teman-temanya, yaitu, korupsi. Inilah penyakit kronis bangsa ini. Penyakit
kronis adalah penyakit yang sudah sulit untuk disembuhkan. Korupsi sangat
mewarnai kehidupan sehari-hari bangsa ini dari tingkat pejabat tinggi sampai
tingkat pejabat paling rendah. Dari gubernur, walikota, bupati, sekretaris
wilayah daerah, kepala bagian, bahkan menteri pun mendapat sebutan tersangka
dari KPK. Polisi, hakim, dan jaksa tidak sedikit yang sudah masuk ke dalam
hotel prodeo. Bagaimana dengan dewan perwakilan rakyat? Sarua keneh, kata orang
Sunda, artinya sama saja. Keadaan ini membuat satu sama lain saling mencurigai antara
warga negara bangsa ini. Misalnya, saya mempunyai tetangga pangkatnya hanya
letnan satu, tetapi bermobil mewah dan sering ganti merek, rumah mewah
bertingkat, dan kalau berlibur ke Eropa. Tetangga saya ini, sampai ibunya tidak
mau dibiayai naik haji ke Mekkah oleh menantunya yang berpangkat letnan satu.
Kata ibunya, takut hajjahnya nanti tidah sah.
Bagaimana
dengan jajanan yang dikonsumsi baik oleh orang dewasa maupun anak-anak di
sekolah. Korupsi sudah sampai merasuki pikiran sebagian besar pembuat dan
penjual demi keuntungan tidak wajar, maka bahan-bahan pembuat makanan juga
dikorup. Caranya? Mereka menggunakanlah bahan-bahan kimia yang bukan
diperuntukkan makanan supaya tampak menarik. Misalnya, supaya bakso dan mie terasa
kenyal di lidah, maka ditambahkan ke dalam bumbu bakso dan mie ini dengan
boraks; teh botol palsu banyak beredar dengan menggunakan essens bahan kimia
berbahaya yang serupa dengan teh; supaya kue tampak menarik anak-anak, maka
diberi pewarna tekstil; gethuk, bak pao, dan kerupuk supaya tampak putih, maka
ditambahkan titanoksida yang biasa digunakan untuk cat tembok; formalin sebagai
bahan kimia pengawet tak asing digunakan pengusir lalat pada ikan dan daging
ayam, dan seterusnya masih banyak lagi. Semua bahan kimia berbahaya ini dalam
jangka waktu lama akan melemahkan lever dan ginjal.
Korupsi
adalah satu perbuatan yang sangat merendahkan martabat manusia. Manusia
mempunyai sepasang kaki untuk berjalan, mempunyai sepasang tangan untuk
bekerja, mempunyai akal untuk mengembangkan kreatifitas dalam upayanya untuk
mempertahankan hidup, dan setiap manusia sejak lahir pasti mempunyai talenta.
Dengan kepemilikan seperti ini, seharusnya orang ini sanggup memuliakan dirinya
dengan bekerja untuk mendapatkan nafkah dan menjadi saluran berkat kepada orang
lain, tetapi nafsu ingin cepat kaya tanpa kerja keras mengalahkan logikanya.
Korupsi besar selalu dimulai dari korupsi kecil. Ketika masih menjadi pegawai
rendahan, korupsi dilakukan sebatas untuk memenuhi kebutuhan dasar yang jauh
dari mencukupi [by need]. Satu perbuatan yang telah menjadi kebiasaan jika
membawa kenikmatan bagi pelakunya, kebiasaan itu tetap akan dilanjutkan terus;
walaupun orang ini kemudian menduduki jabatan tinggi, kebiasaan korupsi
bukannya semakin berkurang bahkan semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya,
bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar yang masih kurang, melainkan sudah
menjurus pada keserakahan [by greed]. Saya masih mempercayai, bahwa masih banyak orang Indonesia
yang membawa kebajikan bagi bangsanya, tetapi kebajikan mereka terjepit, sangat
terjepit oleh lingkaran perbuatan manusia bejat moral yang sangat mendewakan
nilai-nilai kebendaan. Tiga jalan utama membuat orang menjadi koruptor, yakni :
Pertama. Birokrasi yang panjang
dan rumit akan membuat orang yang berurusan di kantor pemerintah seperti
memasuki hutan rimba administrasi. Tidak cukup melewati 3 meja untuk
mendapatkan satu perizinan. Di tempat seperti ini berkeliaran setan berwajah
malaikat penolong, sambil berkata kepada orang yang akan dijerat, semuanya bisa
diatur. Ya, semuanya bisa di atur, mengaturnya pakai uang suap supaya lancar.
Di tempat seperti ini ada satu sindiran sinis tentang kerjanya para birokrat,
yaitu jika bisa dipersulit, untuk apa dipermudah. Di tempat seperti inilah
tempat sekumpulan orang malas, tetapi ingin cepat kaya tanpa kerja keras. Mau
menjadi polisi, tentara, pegawai negeri sipil dengan posisi enak, atau mau
mengikuti pendidikan lanjutan supaya naik pangkat? Tidak ada yang gratis!!!
Kalau perlu Anda jual satu rumah dulu baru kesampaian niat Anda. Mereka siap
jual satu rumah, karena dalam pikiran mereka adalah uang kembalinya harus dua
atau tiga kali lipat nilai modal awalnya. Dari mana mereka mendapatkan uang
kembalinya itu? Dari mana lagi kalau bukan dari korupsi mengikuti jejak
pendahulunya. Penyakit kronis bangsa ini, yakni para birokrat menggunakan
jabatan sebagai sarana mengambil milik orang lain.
Kedua. Korupsi tumbuh subur
di negeri ini juga karena dipicu paradigma yang salah pada sebagian besar masyarakat,
yakni kesuksesan lebih ditonjolkan dari segi kebendaan. Jika pulang ke kampung
halaman setelah beberapa tahun merantau, harus bisa menunjukkan keberhasilan
dengan pamer harta yang dibawa dari tempat rantauan. Walaupun Anda seorang
sarjana lulusan sebuah sekolah tinggi di luar negeri, title kesarjanaan
berderet dibelakang nama Anda, tetapi tidak kaya secara kebendaan, tidak
dianggap sukses. Jika kesuksesan intelektual dan integritas moral yang rendah
bergabung, hasilnya adalah kejahatan krah putih [white collar crime]. Korupsi
adalah kejahatan yang lazim dilakukan oleh para birokrat yang mempunyai
pendidikan tinggi.
Ketiga. Sifat malas ingin
cepat kaya tanpa kerja keras melalui jalan pintas cepat. Orang rajin siap
bangun pagi berpeluh keringat mencari nafkah halal, sebaliknya orang malas
bangun kesiangan keinginannya cepat kaya, jalan pintas pun dilakukan demi
mendapat kekayaan. Di kampung orang melakukan babi ngepet, tetapi di kota orang membobol ATM
dan manipulasi data pembayar pajak. Di negeri ini banyak pengendara motor atau
mobil yang menyukai jalan pintas yang sering membahayakan diri sendiri dan
orang lain sehingga menimbulkan kecelakaan bahkan tidak jarang sampai ada yang
mati. Perbuatan yang setiap hari dilakukan menunjukkan nilai yang Anda pegang.
Jika ada orang yang menyukai jalan pintas, itulah nilai karakter yang mewarnai
cara hidupnya mencari nafkah, yaitu jalan pintas. Korupsi adalah jalan pintas
mendapatkan kekayaan.
Kalatida dan Kalabendu. Pada zaman kalatida,
orang yang mempunyai kelakuan bejat moral hanya satu dua orang dan tidak di
semua tempat. Apakah sekarang kita sudah memasuki zaman kalabendu? Zaman edan?
Pada zaman kalabendu, perbuatan bejat moral sudah bukan dilakukan oleh satu dua
orang saja, melainkan sudah mewabah di dalam masyarakat dan di seluruh tempat.
Kabeh dadhi edan, nek ora edan ora keduman [bahasa Jawa, artinya semua jadi
gila, jika tidak ikut gila tidak dapat bagian]. Dari Meraule sampai ke Sabang
dan dari pulau Mianggas sampai ke pulau Rote, setiap hari surat kabar menyajikan berita korupsi yang
seakan tiada habisnya. Pada zaman kalabendu orang sudah tidak punya rasa malu
lagi berbuat edan. Memang itu yang diinginkan oleh Iblis penghulu neraka
jahanam, rusak satu, biar rusak semua atau korsi, korbeh, artinya korupsi siji,
korupsi kabeh.
Sudah
waktunya bangsa ini memikirkan pendidikan ‘character building’ manusia Indonesia ,
karena hanya bangsa yang mempunyai watak kokoh yang menyadari harga dirinya dan
menyadari kemana arah tujuan hidupnya barulah bangsa ini dapat tinggal landas.
Kita harus membangun bangsa yang mempunyai jiwa menghargai kerja keras,
integritas, dan tanggung jawab memegang amanat, bukan menjadi bangsa yang
hidupnya hanya mengandalkan warisan nenek moyang. Pendidikan menghargai kerja
keras dan menghormati hak milik orang lain harus dimulai dari dalam rumah
kemudian dilanjutkan di sekolah sampai ke perguruan tinggi. Hukum harus
diterima dengan kesadaran moral, bahwa hukum ditegakkan untuk menghormati
prinsip keadilan. Kita pernah menerima pendidikan moral ideologi Pancasila
selama 30 tahun pada zaman Orde Baru, hasilnya tidak menghasilkan manusia yang
seharusnya saling menghargai hak milik orang lain. Ya, Korupsi adalah satu
perbuatan tidak menghargai hak milik orang lain dan pengkhianatan terhadap idealisme
bangsa ini, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena pelaku
tindakan korup itu mengambil bagian yang bukan bagiannya; bagian yang
seharusnya menjadi milik Anda, tetapi seorang koruptor merampas bagian milik
Anda. Bagaimana peran agama? Guru agama hanya mengajarkan akhirat dan hidup di
surga itu enak dan nikmat, tetapi tidak mengajarkan apakah satu perbuatan itu
etis atau tidak untuk dilakukan. Apakah korupsi itu perbuatan etis? Seharusnya
manusia Indonesia
diajarkan berpikir logis, yakni benar salah dimulai dari hal yang sederhana.
Jika korupsi adalah perbuatan tidak etis, jangan dilakukan. Jika mengonsumsi
drugs adalah perbuatan tidak etis, jangan dilakukan. Jika berhubungan seks
dengan pelacur adalah perbuatan tidak etis dan mendatangkan penyakit kelamin,
jangan dilakukan. Kebanyakan koruptor di Indonesia , katanya adalah manusia
taat menjalankan ibadat agama, tetapi perbuatan mereka sehari-hari tidak
mencerminkan taat pada perintah TUHAN, yakni jangan mencuri. Jadi, mereka taat
kepada siapa, ya? Uang. Uang. Sekali lagi uang. Mari, mulailah dari sekarang
belajar dan melakukan perbuatan menghormati hak milik orang lain. Negara dapat
menjadi kuat karena bangsanya adalah manusia yang menghormati hak milik orang
lain.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar