Rabu, 09 Juli 2014
Aku Memilih Joko Widodo
Aku dan isteriku memutuskan untuk memilih
Jokowi yang bernama lengkap Joko Widodo, orang Jawa dari Surakarta, dan
politisi PDIP sebagai calon presiden RI untuk masa jabatan 2014 – 2019. Jokowi
didampingi oleh JK yang bernama lengkap Muhammad Jusuf Kalla, orang Makassar, dan politisi Partai Golkar sebagai calon wakil
presiden. Jawa dan luar Jawa bersatu membangun Indonesia yang lebih baik. Hari ini
lebih baik dari kemarin, dan esok harapan lebih baik lagi. Bukan hanya orang Indonesia
saja yang memeriahkan pesta demokrasi pemilihan calon dan wakil presiden,
melainkan juga banyak orang dari bangsa lain ikut bikin meriah melalui jaringan
sosial seperti twitter. Kebanyakan dari bangsa lain itu adalah selebriti, ya
biasalah orang-orang seperti kerjanya berkicau bikin meriah. Tapi kicauan
mereka lebih banyak diarahkan kepada Jokowi. Seharusnya mass media bersikap
netral menyajikan pemberitaan yang tidak berat sebelah antara kandidat Jokowi
dan Prabowo Subianto. Fakta di lapangan berbeda, RCTI berat membela Prabowo,
sebaliknya MetroTV berat membela Jokowi. Ini artinya mass media tidak
berpartisipasi memberi pendidikan politik yang benar terhadap rakyat.
Masing-masing stasiun tv memberi klaim, bahwa lembaga survey yang dimilikinya
adalah yang paling benar, sedangkan stasiun yang lain adalah abal-abal.
Antara Prabowo dan Jokowi sebetulnya bukan
pilihan yang menyenangkan hati terdalamku. Aku sudah pernah membaca buku
kenangan riwayat perjalanan hidup Ali Sadikin ketika orang ini menjadi gubernur
Jakarta dari 1966
sampai 1971. Selama menjadi gubernur, orang ini telah membuat banyak prestasi
membangun Jakarta,
dicintai oleh rakyat, dan meninggalkan jabatan gubernur dengan nama yang
bersih. Bagaimanapun, Ali Sadikin adalah manusia biasa yang tidak lepas dari
kesalahan yang manusiawi, sebab ternyata ada juga cerita miring tentang orang ini
yang tidak diungkapkan di dalam buku memoarnya. Namun, untuk ukuran orang masa
kini yang pernah menjadi gubernur di Jakarta,
dia adalah gubernur Jakarta
yang bersih namanya. Bagaimana dengan Jokowi yang baru satu tahun menjadi
gubernur Jakarta dan bersiap menjadi orang nomor
satu di Indonesia?
Orang ini tidak sebersih Ali Sadikin, sebab ketika dia dicalonkan oleh Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan dia meninggalkan satu masalah cukup besar
berkaitan dengan penyediaan bus angkutan umum. Masalah ini menjadi bisik-bisik
tak sedap dalam percakapan di warung kopi. Bagaimana dengan Prabowo?
Ia adalah bekas anggota Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat dari satuan Komando Pasukan Khusus. Ia bukan saja
dibesarkan pada masa rezim Orde baru, bahkan sangat dekat dengan pemimpin
tertinggi rezim ini, yakni Soeharto, sebab dia adalah menantu Soeharto. Sebelum
rezim ini ambruk pada Mei 1998 dia terindikasi dengan masalah hak azasi manusia
berkaitan dengan hilangnya banyak tokoh reformasi dan beberapa mahasiswa
Universitas Trisakti yang mati oleh penembak gelap. Sampai sekarang pengusutan
kasus ini masih gelap. Kisah kelam pada masa kejayaan rezim represive yang
banyak berlumuran darah. Aku turut merasakan kondisi yang sangat tidak
menyenangkan ketika penguasa Orde Baru ini masih berkuasa. Sekarang orang ini
mencalonkan diri menjadi calon presiden negeri ini. Aku secara pribadi masih
alergi terhadap eksistensi keluarga Cendana. Cendana adalah nama jalan di
kawasan Menteng, wilayah elite di Jakarta Pusat istana keluarga Soeharto. Orang
yang tahu siapa Soeharto, maka jalan ini adalah jalan paling angker pada waktu
itu. Bekas tentara ini telah bercerai dengan isterinya, tetapi ketika dia
berkampanye, isterinya hadir dan mendukung pencalonannya. Di mana keberadaan
saudara-saudara bekas isterinya ini? Mungkin supaya tampak tidak mencolok dari
pandangan public atas dukungan terhadap
Prabowo, maka mereka merasa lebih di belakang tirai saja menunggu waktu
yang tepat untuk muncul.
Siapa saja mereka yang memberi dukungan penuh
terhadap bekas tentara ini? Beberapa dari mereka ini adalah public figure yang
tidak menyenangkan masyarakat, sebut saja seperti Aboerizal Bakrie yang masih
terlilit kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo, orang Jawa Timur tidak akan
melupakan peristiwa ini; Anis Matta, orang ini memang bersih saja, tetapi
beberapa orang dari partainya pernah bermasalah besar dalam tindakan pidana
korupsi, kesannya mau cari selamat berlindung di balik ketiak bekas tentara;
Rhoma Irama, pemusik dangdut, orang yang sering melontarkan issue suku, agama,
ras, dan agama [sara], dan doyan kawin; orang-orang dari Partai Demokrat,
partai ini sangat terpuruk dan ditinggalkan oleh simpatisannya, sebab banyak
anggota partai ini terlibat korupsi besar; bukankah Suryadarma Ali bekas
Menteri Agama menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi?; kelompok pendukung
lain adalah Islam garis keras. Semua pendukung Prabowo ini kesannya mau cari
selamat dan aman di balik ketiak bekas tentara ini kalau dia berhasil menjadi
presiden.
Namun, di antara dua pilihan tidak
menyenangkan terhadap dua calon presiden ini, tentu ada yang terbaik di antara mereka,
maka aku dan isteriku memutuskan memilih Jokowi alias Joko Widodo, wong Solo.
Bagiku yang penting adalah anyhow bukan Prabowo. Jokowi bukan tempat bagi
orang-orang bermasalah mau cari selamat dan aman, melainkan tempat bagi manusia
Indonesia yang mau membangun negara dengan hati nurani yang murni. Presentasi hitung cepat sampai pukul 23.00 WIB, Jokowi : Prabowo = 53.0 : 47.0.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar