Mana yang paling enak bakmie Gondangdia, bakmie Aheng, Jalan
Mangga Besar atau bakmie Ahong, Jalan Mangga Kecil? Yang paling enak adalah
Aheng, Mangga Besar, mungkin begitu katamu, karena engkau memang menyukai
Aheng. Yang lain berkata, Ahong, ada lagi yang lain berkata, Ahenghong yang
paling okay. Semuanya salah! Yang paling enak adalah makan bakmie di bawah
pohon tamarin dan ditemani makan bersama dengan Luna Maya, walaupun rasanya
bakmienya kurang garam dan kecap, tetap saja engkau mengatakan, ini bakmie
paling okay. Tiga puluh tahun kemudian engkau bercerita nostalgia ini kepada
teman-teman, bla, bla, bla. Memang berbagi cerita tentang romantisme tidak
dapat diukur nilainya dengan uang berapa pun besarnya. Ada rasa kebanggaan, walaupun mungkin engkau
bukan lagi bagian dari temanmu yang telah sukses besar, sedangkan engkau tetap
saja seperti yang dulu.
Sekarang aku mau bercerita tentang restoran yang berlokasi
di kelurahan Menteng, Jakarta,
di jalan yang dulu bernama Gondangdia Lama. Seperti pada umumnya restoran makanan
Cina, maka restoran ini dimulai dengan bakmie, itu sebabnya restoran ini diberi
nama, Bakmie Gondangdia. Dari sejak jaman pemerintahan colonial Belanda dulu,
Jalan Gondangdia, HOS Cokroaminoto [dulu namanya Jalan Jawa], dan Cikini Raya
adalah tiga jalan yang sibuk sebagai perlintasan antara wilayah utara dan
selatan Jakarta. Berbeda dengan Jalan Diponegoro, Subang, Taman Sunda Kelapa,
Madiun, atau Lembang sebagai tempat untuk perumahan yang tenang dan sangat elit,
maka di Jalan Cikini Raya ada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama
Perguruan Cikini dan bioskop Metropole, di Jalan HOS Cokroaminoto ada bioskop
Menteng dan Apotik Jawa yang besar dan beberapa toko kecil, dan di Jalan
Gondangdia Lama ada Hotel Gondangdia dan kemudian menyusul restoran makanan Cina,
Bakmie Gondangdia. Apakah Bakmie Gondangdia adalah anak bungsu bagian sejarah
keberadaannya di kawasan Menteng? Oh, maybe! Di Jakarta masih banyak resto
bakmie legendaries yang lebih tua dibandingkan dengan yang di sini. Namun,
bakmie ini mempunyai ciri khas yang beda dengan kebanyakan restoran yang lain.
|
Meja tempat meracik bakmie. Tetap seperti dulu. |
Aku duduk di meja kedua dari pintu depan sebelah kiri,
melihat menu sepintas dan langsung pesan bakmie pangsit rebus. Ini adalah
kebiasaanku jika memasuki restoran masakan Cina, yakni pesan bakmie pangsit
rebus, sebab bakmie adalah menu pertama yang selalu ada di setiap restoran
makanan Cina, seperti rendang daging sapi selalu ada di setiap restoran masakan
Padang. Bicara
tentang rasa bakmie restoran ini sebetulnya biasa saja dibandingkan dengan
bakmie kebanyakan resoran Cina di Jakarta, tetapi nilai legendaries restoran
ini tidak dapat dibandingkan dengan kebanyakan restoran sejenis yang ada di kota ini. Nilai
legendaries satu restoran biasanya lebih banyak ditentukan siapa saja yang
pernah mengunjungi tempat ini, dapat bertahan paling sedikit melewati satu
generasi, yakni kira-kira 50 tahun, dan dapat menjaga ciri khas keberadaannya. Ada seorang bekas direktur utama pabrik semen terbesar di Indonesia pada
awal masa jabatannya sering makan bakmie di sini bersama isterinya. Kalau tidak
sempat makan siang di luar kantor, bapak direktur ini cukup memesan nasi tim,
pesanan langsung diantar. Siapa sangka kalau direktur utama ini adalah the big
boss pabrik semen terbesar di Indonesia
dan aku pernah bekerja di perusahaannya. Tapi hubunganku dengannya seperti bumi
dan langit. Aku hanya buruh kecilnya.
Selesai makan bakmie pangsit dan membayar harganya, aku
ingin sekali mencoba bercakap sedikit saja tentang restoran ini dengan
seseorang yang tampaknya adalah pemilik resto ini. Ternyata pemilik restoran
ini adalah pribadi yang ramah, suka ngobrol, dan bersedia melayaniku berbicara
tentang restoran yang sekarang dikelola olehnya. Namanya adalah Rino Indrasano,
umurnya mungkin sekitar 45 tahun atau paling tua 50 tahun, dan dia adalah
generasi kedua keluarga pemilik restoran ini. Restoran ini didirikan pada Maret
1968, menjelang akhir decade 60. Angka 1968 tampak tersablon di bagian belakang
kaos T-shirt seragam pelayan berwarna dasar hijau lumut dengan leher warna
kuning. Kebanyakan pelayan di sini berasal dari Jawa Tengah. Sungguh tepat
sekali aku datang ke tempat ini pada 19 Maret masih suasana ulang tahun. Usia
restoran ini seumur pemilik yang sekarang, belum genap 50 tahun. Pada masa
awalnya, restoran ini banyak dikunjungi oleh murid-murid Perguruan Cikini dan
para orang tua mereka merasakan nikmatnya bakmie restoran ini. Perguruan
ini telah menghasilkan banyak orang sukses mulai dari setingkat menteri,
penasehat hukum sampai pengusaha besar, bahkan seorang yang pernah menjadi presiden di negeri ini adalah alumnus sekolah ini. Walaupun semua alumnus telah terserak kemana-mana, dari mereka, pelanggan lama setia
yang membuat restoran ini tetap bertahan sampai sekarang. Yaaaaaah, bagaimana
pun rasanya bakmie Gondangdia, setiap restoran pasti memiliki segmen penggemar
sendiri-sendiri. Ada seorang pelanggan lama dan
alumnus SMP-Cikini yang telah lama menetap di luar negeri, pulang ke Jakarta tidak lupa untuk
berkunjung ke restoran ini. Sweet memories never die.
|
Jalan Taman Sunda Kelapa masuk dari Jalan Diponegoro [2010]. |
Penampilan depan dan interior restoran ini diberi warna
serba hijau tua dan muda. Pintu masuk sebelah kiri dan kanan berwarna hijau
lumut, warna kusen-kusen pintu dan jendela berwarna hijau, dan seragam kaos
t-shirt bagi semua pelayan berwarna
hijau lumut yang dikombinasi warna kuning pada krah leher. Menurut penuturan
Rino, bangunan ini telah lama ada semasa perang tapi tidak tahu persis tahun
berapa. Ya, tentu saja 1940 sampai 1945. Seperti biasa pada umumnya orang
Tionghoa, mereka tidak akan pernah memindahkan tempat meracik bakmie dari awal
restoran ini melayani pembeli, walaupun restoran telah mengambil keuntungan balik
modal. Sampai sekarang jika engkau mengunjungi restoran ini, engkau dapat melihat meja tempat meracik bakmie tetap
berada di situ dari sejak semula, yakni di bagian depan, dibelakang jendela
berkusen warna hijau. Tidak mempunyai keinginan mengganti warna hijau ke warna
lain? Lebih lanjut kata Rino, atas permintaan sebagian besar alumnus Perguruan
Cikini supaya warna hijau tetap dipertahankan sebagai ciri khas abadi Bakmie
Gondangdia. Anyhow, yang serba hijau.
Selain bakmie pangsit dan bakmie baso, restoran ini juga
menyediakan daftar menu yang lain, seperti cap cay, bakmie goreng, bihun goreng, kwetiau goreng,
nasi goreng, ayam goreng saus mentega, fuyunghai, ifumie, dan lain-lain dan
seterusnya. Engkau tidak cukup satu hari untuk dapat menikmati semua yang ada di
sini. Hari ini bakmie pangsit rebus, maka next time coba yang lain, seperti
nasi tim dikombinasi dengan ayam goreng saus mentega atau nasi goreng
dikombinasi dengan beefsteak lada hitam dan minumnya pelega kerongkongan dengan
jus jeruk. Engkau jangan salah alamat untuk dapat mencapai tempat legendaries
ini, yakni di bawah flyover kereta rel listrik, sekarang bernama Jalan Soeroso, tidak jauh dari persimpangan
dengan Jalan Cikini 2, kira-kira 10 meter saja, tepat di depan gedung Bank Central
Asia. Selamat menikmati makan di sini.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar