Kecukupan pangan
memberi rasa aman dan sejahtera kepada rakyat dan rakyat hidup dalam
ketentraman. Sehat dan bahagia sebab kecukupan pangan.
Dari sejak zaman Mataram Hindu, paling tidak begitu, sumber
makanan pokok nenek moyang orang Indonesia adalah beras dari tanaman
padi yang dimasak menjadi nasi. Berbagai benih padi ditanam diseluruh Kepulauan
Indonesia sesuai menurut nama tempat padi itu ditanam, seperti Cisadane di
daerah sekitar pengairan kali Cisadane, Cianjur, dan Krawang dari Jawa Barat, Solok
dari Sumatera Barat, Delanggu dari Jawa Tengah, Mojowarno dari Jawa Timur, dan
seterusnya. Beras yang diproduksi sebagian besar berasal dari budaya tanaman
padi basah [hydro-plantation culture]. Dari sejak zaman Majapahit, orang Indonesia
berlimpah dengan beras tidak perlu impor dari kerajaan tetangga, hal ini
menunjukkan bahwa dari sejak dulu sector pertanian adalah kultur yang sangat
dikuasai oleh bangsa ini dan menjadi tulang punggung ketahanan ekonomi dibidang
pangan. Generasi awal Kesultanan Yogjakarta, Sultan Hamengkubuwana I sangat
memperhatikan kesejahteraan rakyat di bidang pangan, utamanya beras. Ketika
sultan ini melakukan dua kali penyerbuan ke Batavia pada 1628 dan 1629, maka yang
diutamakan terlebih dahulu adalah logistic beras. Tentara tidak akan dapat
bertempur kalau perut sedang lapar.
|
Tanaman padi di Blitar. |
Setelah Perang Jawa selesai yang berakhir pada 1830, orang
Jawa mengalami kesulitan mendapatkan beras, sebab sebagian besar sawah banyak
ditinggalkan oleh pemiliknya mencari tempat yang dirasakan lebih aman
dibandingkan berada di Yogjakarta. Banyak orang Jawa melakukan migrasi dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kesulitan untuk mendapatkan beras terjadi pada
puncaknya perintah Tanam Paksa oleh pemerintah colonial Hindia Belanda pada
pertenganhan abad 19. Rakyat dipaksa untuk menanami 20 persen dari tanah
miliknya dengan tanaman komoditas ekspor, seperti kopi, teh, dan tembakau.
Walaupun hanya 1/5 bagian saja, faktanya rakyat tidak dapat mengelola sawah
mereka lagi, sebab kerusakan tanaman komoditas ekspor dalam proses penanaman
harus ditanggung oleh rakyat sendiri, sehingga hasil panen padi tidak lagi
mencukupi kebutuhan, akibatnya terjadi kelaparan di mana-mana. Diperkirakan
korban mati kelaparan di seluruh Jawa adalah 20000 jiwa, terutama di sepanjang
pantai utara Jawa.
|
Di suatu tempat di Blitar. |
Juga masih dalam pemerintahan colonial Hindia Belanda,
sedikit demi sedikit orang Jawa ditransmigrasikan ke Lampung Selatan untuk
mengurangi beban kependudukan di Jawa. Di tempat yang baru ini orang Jawa
membuka sawah baru seperti di tempat asal mereka dulu, yakni persawahan padi
basah. Transmigrasi dilanjutkan lebih intensif sesudah Indonesia merdeka pada masa
pemerintahan Presiden Soeharto. Banyak orang Jawa ditransmigrasikan ke Lampung Utara
dan Tengah, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan
sampai Papua. Indonesia
pernah mengalami surplus beras, tetapi memasuki decade 70 pemerintah
membelokkan kebijakan dari negara berbasis agraris menuju industri. Tidak
tanggung-tanggung, utamanya adalah industri dirgantara. Banyak pemuda dari
desa-desa dan dari luar Pulau Jawa menuju kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya bekerja di sector
industri. Pola pikir telah berubah, bahwa menjadi buruh di pabrik lebih
menjanjikan dibandingkan menjadi petani di desa. Inilah awalnya bencana Indonesia
kekurangan beras. Banyak tanah persawahan produktif yang berubah fungsi akibat
perluasan industri dan pertambahan penduduk. Pemerintah juga memberi peluang
eksploitasi bahan tambang dan hasil hutan di Indonesia bagian Timur. Tapi dalam
pelaksanaannya dilakukan tanpa mempertimbangkan ekosistem, sehingga semakin
banyak saja tanah yang rusak. Impian Soeharto membangun sawah satu juta hektar
tinggal kenangan isapan jempol belaka. Impian ini adalah hasil rumusan
pertemuan semua taipan Indonesia di Jimbaran, Bali.
Satu indikasi, bahwa orang ini telah mulai tidak dipercayai lagi oleh
orang-orang yang dulu berpura-pura setia mengelilinginya.
Ada yang mempunyai pemikiran industri dimulai dari tekstil,
maybe melihat dari keberhasilan India dan Italia, ada yang berpikir memulai
dari automotive, maybe melihat dari keberhasilan Jepang, ada yang berpikiran
rada ekstrem, yakni dimulai dari dirgantara, sebab melihat keberhasilan Prancis
dan Jerman. Hasilnya apa yang kau lihat? Tekstil tidak, automotive tidak,
bahkan dirgantara pun tidak. Betul juga kalau dikatakan, bahwa orang Indonesia
itu hangat-hangat tai sapi. Artinya, semangat luar biasa pada awalnya, tetapi
tidak lama kemudian, … pesssssss hilang lenyap rencana indah dari ingatan.
Gombal! Semua bangsa membangun kehidupan dimulai dari kultur pertanian.
Walaupun pada akhirnya banyak di antara mereka berhasil maju menjadi negara
industri, kultur pertanian tidak pernah sama sekali mereka tinggalkan. Lihat
saja, Jepang melesat sebagai negara industri kedua terbesar di dunia setelah
Amerika, tetapi mereka tidak meninggalkan kultur pertanian, bahkan mereka mampu
mencukupi kebutuhan pangan utama, yakni beras. Belanda juga terhitung sebagai
negara industri manufaktur, tetapi kultur pertanian jalan terus, dan negeri ini
adalah produsen hasil pertanian terbesar di Eropa. Amerika sebagai kampiun
industri dunia, tetapi tidak sama sekali meninggalkan kultur pertanian. Negeri
Uncle Sam layak disebut sebagai lumbung dunia terbesar, sebab tanaman pangan
apa saja konsumen dunia ditanam di sini, seperti gandum, beras, kedelai, red
bean, green bean, peanut bean, dan seterusnya. Tanpa kedelai Amerika, maka
tidak ada tempe dan ta.hu di Indonesia. Jadi, jika Amerika mau
boikot kedelai, kalian orang Indonesia
tidak akan dapat makan tempe
dan ta.hu selamanya.
Pentingnya suatu negara memiliki ketahanan ekonomi di bidang
pangan, yakni memberi kontribusi sebagai sumber devisa negara dalam perdagangan
antar negara dan negara menjadi lebih berdaulat melalui kekuatan ekonomi yang
dimilikinya, yakni memiliki bargaining yang tinggi jika suatu negara lain
mencoba melakukan tekanan politik. Kemampuan ini memberi rasa aman dan
sejahtera kepada rakyat dan rakyat hidup dalam ketentraman. Sehat dan bahagia
sebab kecukupan pangan. Jika ketiga kondisi ini terpenuhi, yakni rasa aman,
sejahtera, dan hidup tenteram, tidak sulit bagi negara meminta kepada rakyat
untuk memberi feedback kepada negara, misalnya membayar pajak, bela negara demi
keamanan, menjaga ketertiban bersama, dan seterusnya. Dan, biasanya suatu
negara yang memiliki kecukupan pangan, maka negara dalam kestabilan tinggi.
Sebelum Revolusi Prancis meletus, negara ini diawali oleh kondisi rakyat yang
kelaparan kekurangan pangan [roti], sebaliknya di istana, raja dan ratu
berpesta pora. Jika suatu negara tidak mempunyai ketahanan ekonomi di bidang
pangan, tidak ada bedanya dengan anjing kelaparan. Anjing yang kelaparan akan
dikenyangkan oleh makanan yang diberikan oleh seseorang dan anjing ini menjadi
setia dari pemberian-pemberian “Tuan Yang Baik Hati”. Tuan Yang Baik Hati
hanyalah satu metafora negara yang mendikte negara lain demi kepentingan negara
pendikte. Kalau masih mempunyai harga diri tidak mau didikte oleh negara lain,
rakyat akan berontak seperti pada rovolusi yang pernah terjadi di Prancis.
Sebelum melangkah jauh menuju teknologi industri, Tuhan
terlebih dahulu mengajarkan manusia mengolah tanah untuk menghasilkan pangan,
yakni pangan pokok bagi banyak bangsa. The Holy Bible sendiri yang mengatakan
demikian, bahwa manusia pada mulanya memenuhi kebutuhan makan dari hasil
pertanian. Kita sebagai suatu bangsa yang belum ada apa-apanya sudah berani
sesumbar, sebentar lagi kita akan take off menuju negara industri. Sebetulnya
kita adalah suatu negara zamrud khatulistiwa yang kaya dan makmur, tetapi
bangsanya tidak sejahtera selama hampir 70 tahun setelah merdeka, sebab negara
ini dikelola oleh banyak manusia yang tidak mempunyai hati nurani. Mereka
adalah petualang teknokrat di bidang industri dan ekonomi. Orang Indonesia
berdosa secara kolektif kepada Tuhan, yakni tidak mengelola tanah secara benar
untuk memelihara kultur pertanian. Sebagai bangsa yang ingin mengembangkankan
diri ke arah industri, seharusnya mengutamakan industri berbasis pertanian
untuk memperkokoh ketahanan ekonomi di bidang pangan. Di dunia ini tidak ada
ceritanya begini, tiba-tiba Amerika mempunyai pesawat terbang Boeing 747,
Inggris mempunyai pabrik mesin pesawat terbang Rolls-Royce, Prancis mempunyai
Concorde, atau Jerman mempunyai tank Leopard. Namun, Indonesia
itu adalah bangsa yang doyan pamer kepada tetangga, bangsa yang suka membuat
proyek mercu suar, padahal dapurnya tidak mempunyai beras lagi. Nih, kami punya
industri pesawat terbang. Biar nyaho dah kalian lihat siapa kami. Inilah yang
disebut sesumbar.
Mari kita belajar dari kisah Yusuf, yakni orang Israel
yang ditunjuk sebagai Mangkubumi oleh Firaun, raja Mesir. Yusuf menafsirkan
mimpi [penglihatan] Firaun, yakni raja melihat 7 ekor sapi yang sangat gemuk
keluar dari Sungai Niel kemudian memakan semua rumput yang ada di tepi sungai.
Kemudian dari sungai yang sama muncul 7 ekor sapi yang sangat kurus dan jelek
rupanya. Semua sapi kurus ini kemudian menelan semua sapi gemuk tadi. Raja juga
melihat dalam impiannya 7 bulir gandum yang buruk dan 7 bulir gandum yang
bagus. Semua bulir gandum yang buruk ini menelan semua bulir gandum yang baik.
Arti mimpi ini adalah Mesir akan mengalami 7 tahun masa kelimpahan produk
pangan, kemudian segera disusul dengan 7 tahun masa kelaparan yang hebat di
seluruh negeri. Solusi yang diberikan kepada raja adalah selama 7 tahun masa
kelimpahan pangan, maka rakyat diharuskan menyerahkan 1/5 bagian produksi
gandum kepada raja. Gandum ini disimpan di dalam lumbung milik kerajaan. Gandum
tabungan milik kerajaan ini akan dilepas pada saat negeri ini memasuki masa
paceklik sehingga negeri terhindar dari bencana kelaparan. Yusuf menerima
mandate dari raja untuk mengelola seluruh tanah pertanian di Mesir supaya
bangsa Mesir tidak mengalami bencana kelaparan selama masa paceklik. Yusuf
menjadi orang kedua setelah Firaun yang diperintahkan untuk menciptakan
ketahanan ekonomi Mesir di bidang pangan. Dan, Yusuf berhasil!
Cerita Yusuf ini terjadi 4000 tahun sebelum masehi di Mesir
yang pada waktu itu pernah menjadi imperium yang disegani di wilayah
Mediterannian. Indonesia
tentu saja tidak dapat menelan pembelajaran di atas secara hurufiah mengingat
perilaku ekonomi pada masa itu berbeda dengan sekarang. Pada masa itu perilaku
ekonomi di Mesir sangat mempercayai mimpi atau penglihatan. Untuk konteks masa
kini perilaku ekonomi bangsa Mesir melalui mimpi dapat disamakan dengan
menganalisa statistic. Dari masa ke masa setiap negara pernah mempunyai problem
ekonomi seperti yang dialami oleh Indonesia sekarang ini, solusi
pasti berbeda karena konteksnya berbeda, tetapi judulnya tetap sama, yakni
ketahanan ekonomi di bidang pangan. Memasuki masa 10 tahun pemerintahan Soesilo
Bambang Yudhoyono, pemerintah setiap tahun membuka peluang impor berbagai
produk pangan, seperti gula, kedelai, beras, cabai rawit, bahkan garam pun
harus impor. Birokrat lebih menyukai impor pangan, sebab impor memberi peluang
mendapatkan gratifikasi dari pemenang tender impor [pengusaha importer]. Perlahan
tapi pasti sumber devisa negara akan terkuras untuk memenuhi kebutuhan pangan
yang semakin meningkat, sebab jumlah jiwa yang harus diberi makan juga semakin
bertambah. Kondisi ini semakin diperparah lagi dengan semakin sedikit jumlah
generasi muda di desa yang enggan bertani. Mereka lebih suka berbondong-bondong mencari penghidupan ke kota-kota besar. Lalu
siapa yang akan mengelola tanah pertanian di desa yang juga semakin berkurang
luasnya?
Indonesia seharusnya dapat menjadi kekuatan
ekonomi di bidang pangan terbesar di Asia
seperti Belanda di Eropa, kalau saja negeri ini dikelola dengan baik. Selama
puluhan tahun negeri ini ternyata dikelola oleh manusia petualang yang tidak
mempunyai hati nurani. Apa jadinya jika negara ini dikelola oleh manusia
petualang bermental saudagar? Saudagar pasti yang dipikirkan hanya untung rugi
secara materi. Orang beragama ternyata tidak menjamin berhati nurani. Kenyataannya banyak orang
mengaku beragama telah diadili di pengadilan dalam berbagai kasus korupsi. Korupsi
pangan dan ternak!!! Yang penting itu bukan agama yang dianut oleh seseorang,
melainkan hidup yang sudah diperbarui sehingga mempunyai hati nurani. Alasan
klasik mengimpor beras dari luar negeri adalah untuk menekan harga supaya tidak
naik. Tentu saja harga beras pasti naik, sebab yang harus disuapi semakin
banyak, sedangkan lahan pertanian semakin banyak berkurang.
Presiden Republik Indonesia berikut terpilih 2014
harus figure yang bersih dari korupsi dan jujur. Tidak memberi peluang impor
terhadap berbagai kebutuhan pangan, khususnya beras, sebab impor pangan dalam
jangka waktu lama akan melemahkan semangat bertani. Orang ini harus mempunyai
background pertanian dan kehutanan, supaya mempunyai perhatian yang lebih focus
terhadap sector pertanian dan demografi. Tanah pertanian yang banyak rusak di
berbagai tempat di Indonesia
akibat pemerintahan pada masa lalu lebih memfokuskan dengan pertumbuhan ekonomi
melalui peningkatan pajak dari hasil pertambangan di Kalimantan Timur, tetapi
hasilnya tidak sepadan dengan kerusakan tanah persawahan akibat penambangan
batu bara yang berdekatan dengan persawahan rakyat, membutuhkan banyak
perhatian untuk diperbaiki kembali. Pemerintah harus lebih focus pembangunan
rumah susun [khususnya di Pulau Jawa], sebab perluasan perumahan yang selama
ini dilakukan, yakni ke arah horizontal sangat menguras tanah yang seharusnya diperuntukkan bagi
persawahan produktif. Melalui mekanisme badan koordinasi keluarga berencana,
pemerintah mengendalikan jumlah penduduk. Rakyat butuh kondom dan beras.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar