Pilih yang berkumis dan nasionalis. |
Sabtu, 08 Desember 2012
Jangan Dibiarkan Terus Pembiaran Kondisi Yang Tidak Benar
Apakah Anda masih ingat pernah terjadi penggusuran ratusan
rumah dan penghuninya di tanah luas milik PERTAMINA di daerah Prumpung, Jakarta
Timur? Mereka memang salah menetap di satu tempat yang memang bukan
diperuntukan untuk membangun rumah dan tempat menetap. Jelasnya, ratusan rumah
ini adalah bangunan liar. Tanah luas milik Pertamina ini merupakan sebagian
dari tanah milik perusahaan minyak ini, bagian yang lain telah dibangun tanki
bahan bakar minyak yang mudah terbakar. Jadi, bangunan liar di atas tanah milik
Pertamina ini memang mempunyai resiko menimbulkan kebakaran pada instalasi
tanki bahan bakar minyak milik perusahaan ini. Saya masih ingat ketika saya
masih menetap di Plaju, kota
kecil dan kompleks perumahan pekerja minyak Pertamina, jarak terdekat antara
instalasi tanki bahan bakar minyak dengan rumah pekerja adalah kira-kira 200
meter.
Ayah saya almarhum dulu adalah pekerja kereta api
mengatakan, bahwa jarak 6 meter ke kiri dan ke kanan dari rel harus bebas dari
bangunan rumah. Ini sudah peraturan keselamatan kerja dari sejak jaman Belanda,
katanya. Anda perhatikan dengan baik semua lintasan kereta api di seluruh Jakarta dan sekitarnya. Di
kiri dan kanan lintasan kereta api pasti ada bangunan rumah yang jaraknya kurang
6 dari meter lintasan rel. Semua bangunan rumah yang telah berjumlah ratusan
ini adalah bangunan liar dibangun tanpa izin dari otoritas kementerian
perhubungan. Keberadaan mereka telah berlangsung selama puluhan tahun tanpa
terusik sampai mereka memiliki anak dan cucu.
Apakah ada tempat-tempat di Jakarta selain tempat perumahan
yang bebas dari keberadaan pedagang kaki lima ?
Ada ratusan
pasar tradisional di Jakarta, baik yang resmi milik pemerintah maupun pasar
kaget milik preman. Keberadaan pedagang kaki lima bukan saja ada di sekitar pasar
tradisional, tetapi juga ada di sekitar mall, terminal bus, pinggiran rel
kereta api, di hunian perumahan kumuh. Jelasnya, semua pedagang kaki lima yang berjumlah ribuan
ini memang pedagang liar dan keberadaan mereka membuat kemacetan lalu lintas.
Semua sungai di tengah kota Jakarta semakin sempit
lebarnya, karena di tepi kanan dan tepi kiri sungai terdapat banyak bangunan
rumah penduduk. Keberadaan ratusan bangunan rumah ini juga liar tanpa seizin
otoritas pemerintah. Sebut saja, sungai Ciliwung, Krukut, Pesing. Secara alami
sungai membawa lumpur dari hulu ke hilir dan lumpur semakin banyak karena di
hulu juga banyak penebangan pohon untuk perluasan industri dan hunian manusia.
Lumpur membuat pendangkalan dasar sungai. Mereka yang menghuni di pinggiran
sungai ini dengan seenak sendiri membuang sampah dapur maupun sampah perut
mereka sendiri ke sungai membuat sungai semakin lama semakin dangkal sehingga
volume sungai semakin kecil. Rumah-rumah liar di pinggiran sungai yang
jumlahnya mencapai ratusan menyulitkan dinas pekerjaan umum untuk membersihkan
endapan lumpur sungai. Voluma sungai yang semakin kecil akan mengurangi
kemampuan sungai menampung luapan air sungai dari hulu pada musim hujan,
akibatnya kelebihan air sungai yang tidak tertampung di badan sungai akan
meluap sebagai air banjir yang menggenangi seluruh kota .
Apakah Anda menjadi korban kejahatan di Jakarta ? Ya, katakan saja, Anda baru saja di
copet di Pasar Tanah Abang. Laporkan saja masalah Anda ke Kantor Polisi
terdekat tempat kejadian perkara. Anda bukan satu-satunya korban kejahatan di Jakarta dan juga kota-kota
lain di Indonesia, seperti kecopetan, dirampok, ditipu di terminal bus. Polisi
mencatat semua kejadian korban kejahatan di dalam log book mereka sampai
jumlahnya mencapai ribuan kasus. Polisi juga mencatat jumlah kecelakaan lalu
lintas, baik yang luka berat dan ringan maupun yang mati. Jumlah kecelakaan
lalu lintas sampai korban mati jumlahnya melebihi korban pembunuhan, angka
statistic mengatakan demikian. Hanya dicatat saja, kalau korbannya sudah banyak
baru kemudian diambil tindakan. Kecuali Anda orang sangat penting di Jakarta , laporan Anda
bukan hanya dicatat saja, tetapi pelaku kejahatan langsung dikejar.
Semua kejadian seperti yang saya tulis di atas adalah satu
bentuk pembiaran kondisi yang tidak benar. Ambil satu contoh kasus tanah kosong
di Prumpung tersebut di atas. Tentu dimulai puluhan tahun yang lalu ketika pada
satu hari ada satu orang membangun bangunan non-permanen di tempat ini. Ia
mendapat izin tentu dari orang yang mencari keuntungan di dalam kesempitan,
mungkin oknum Pertamina, orang kelurahan setempat, atau preman di situ. Lama
kelamaan semakin banyak dan ratusan kepala keluarga menempati tanah ini untuk
pemukiman manusia. Jika tanah kosong tersebut memang dilarang untuk dibangun
untuk membangun tempat hunian manusia, seharusnya otoritas Pertamina melarang
dari sejak orang pertama. Mereka yang telah menempati tempat ini selama puluhan
tahun tidak mudah diusir begitu saja, karena mereka berpikir telah memenuhi
kewajiban membayar kepada oknum-oknum tersebut di atas sehingga diizinkan
menetap di sini. Inilah yang disebut pembiaran kondisi tidak benar, yakni melanggar
Larangan
Mendirikan Bangunan Di Atas Tanah Milik Negara. Bagaimana dengan
pedagang liar kaki lima ?
Sama saja disebut pembiaran kondisi tidak benar, yakni melanggar Larangan
Berjualan Di Tempat Pejalan Kaki.
Dimulai dari perkara korupsi Presiden Suharto yang memang
sengaja dibiarkan tidak dilanjutkan ke pengadilan. Akibat pembiaran kondisi
tidak benar ini, maka yang terjadi kemudian adalah perkara korupsi yang satu
belum diselesaikan di pengadilan, muncul perkara korupsi lain yang lebih berat
juga tanpa akhir di pengadilan. Satu perkara korupsi menutupi perkara korupsi
lain karena diselesaikan melalui jalur politik. Hukum hanya berlaku untuk
pelaku maling ayam pada rakyat level bawah, tetapi untuk rakyat level atas
hukum seperti awan yang hilang lenyap dihembus angin.
Jika pembiaran kondisi tidak benar terus berlangsung semakin
koheren, bangsa ini akan mempunyai sikap mental yang buruk, seperti tidak
disiplin, tidak menghargai hak cipta orang lain, tidak menghormati orang tua,
kemalasan, kerakusan, keserakahan, kekerasan, pelacuran, perampokan, korupsi dan
seterusnya sehingga menurunkan etos kerja bagi generasi berikut. Contoh, jika
kondisi tidak disiplin pegawai negeri dibiarkan saja, pelayanan terhadap public
yang meliputi berbagai aspek social dan ekonomi pasti akan terhambat. Jika
kondisi tidak menghargai hak cipta orang lain dibiarkan saja, negara juga yang
dirugikan karena nilai ekonomi hak cipta yang seharusnya masuk ke kas negara,
justeru dicuri oleh pembajak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar