Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta. |
Rabu, 27 November 2013
Menang Pemilihan Kepala Daerah Melalui Gratifikasi
Pada pertengahan November 2013 telah terjadi satu peristiwa
yang sangat menggemparkan negeri ini, yakni ruang sidang Mahkamah Konstitusi di
Jakarta dibuat porak poranda oleh pihak yang kalah dalam pemilihan kepala
daerah Maluku Utara. Peristiwa menggemparkan ini jelas memalukan Indonesia
sebagai satu bangsa besar di kawasan belahan bumi timur, sebab lembaga negara hukum
yang seharusnya dihormati putusannya, sebaliknya justeru diinjak-injak
martabatnya. Tugas Mahkamah Konstitusi sekarang ini adalah menguji
undang-undang yang telah disahkan oleh dewan perwakilan rakyat. Jika
undang-undang ini setelah diuji ternyata tidak ada kesesuaian dengan
Undang-Undang Dasar, undang-undang ini dapat digugurkan implementasinya. Tugas
lainnya adalah memutuskan perkara yang berkaitan sengketa pemilihan kepala
daerah. Sejak otonomi daerah diimplementasikan seluas-luasnya di seluruh Indonesia ,
maka sejak itu perlahan tapi pasti selalu muncul ketidakpuasan dalam hasil
pemilihan kepala daerah. Ketidakpuasan sering dilampiaskan oleh pihak yang
kalah dalam bentuk perbuatan anarki, seperti pengerahan massa pendukung. Pihak yang kalah tidak puas
dan merasa dirugikan membawa masalahnya ke mahkamah ini sebagai pihak penggugat.
Pihak yang kalah dan pihak yang menang dihadirkan dalam persidangan dan hakim
memutuskan perkara ini kepada siapa yang berhak memegang tampuk pemerintahan
kepala daerah. Indonesia
adalah negara pertama di dunia dan paling demokrasi memilih kepala negara
maupun kepala daerah secara langsung. Namun, sayang sekali, setelah pemilihan
kepala daerah, terutama di Indonesia
bagian timur sering terjadi bentrokan dalam skala besar karena pihak yang kalah
tidak siap menerima keadaan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Dalam
peristiwa menggemparkan tersebut di atas menunjukkan, bahwa orang Indonesia
sebagai bangsa yang tidak siap berdemokrasi.
Dua ribu tahun yang lalu orang hanya tahu yang namanya
mencuri itu adalah mengendap-endap masuk ke halaman rumah orang lain, kemudian
mengambil ternak tanpa setahu pemilik ternak itu. Perintah Tuhan dalam Taurat
Musa yang bunyinya seperti ini : “Jangan mencuri” adalah sesuai menurut
konteksnya pada waktu itu. Tapi sekarang kondisinya sudah beda sama sekali.
Tindakan mencuri semakin canggih mengikuti perkembangan teknologi yang semakin
maju. Seorang yang bekerja di bagian akuntansi adalah orang yang ahli menempatkan
pos-pos penerimaan dan pengeluaran sehingga neraca tetap dalam keadaan balance.
Jika dia ingin berniat jahat, dia menggelembungkan [mark up] pada satu pos,
sebaliknya dia menciutkan pos yang lain [mark down], tetapi hasil akhirnya adalah
neraca yang tetap balance; supaya tidak ketahuan penggelembungannya, maka dia
melakukannya sedikit demi sedikit. Orang ini sebetulnya juga mengendap-endap
seperti pencuri ternak dua ribu tahun yang lalu, tetapi tidak dilakukan di padang rumput tempat
ternak merumput, melainkan di ruangan berpendingin udara yang sejuk. Ia
melakukan perbuatan jahatnya sendirian ketika teman-temannya sudah pada pulang
semua, maka mulailah dia mengutak-atik program komputer yang dia sendiri yang
tahu. Inilah yang disebut korupsi, yakni mengambil sedikit demi sedikit uang
atau benda yang bukan menjadi haknya secara illegal. Jadi, korupsi dapat
disebut sebagai tindakan mencuri. Jika mencuri digolongkan sebagai tindakan
kejahatan, apakah suap termasuk kriteria mencuri.
Dalam kasus suap pemilihan kepala daerah, baik gubernur
maupun bupati, selisih satu suara pemilih saja sudah cukup menentukan kalah
atau menang satu dari dua kubu yang memperebutkan kesempatan menang. Pihak yang
dimenangkan pasti memperoleh jumlah suara pemilih yang lebih besar dibandingkan
dengan pihak yang dikalahkan, dengan cara penggelembungan jumlah suara pemilih
secara illegal. Bagaimana penggelembungan jumlah suara pemilih itu dapat
terjadi? Supaya tidak mencurigakan, maka selisih perolehan suara dibuat tidak
terlalu besar, yang penting pihak penggugat yang kalah dapat menang. Semua data
pemilihan kepala daerah di daerah sengketa diolah kembali [pura-pura diolah]
dan hakim MK yang telah disuap mempunyai kesempatan memindahkan sebagian jumlah
suara tergugat ke tempat pos suara penggugat. Perbuatan hakim yang telah
menerima suap ini pantas disebut mencuri, dia disuap untuk mencuri, dan
penyuapnya juga disebut pencuri melalui hakim yang menyalahgunakan jabatannya.
Dengan kata lain seorang pejabat tinggi disuap pasti untuk melakukan perbuatan
illegal. Sekarang telah ada undang-undang yang menetapkan batasan jumlah uang
yang dikategorikan sebagai suap yang sekarang disebut gratifikasi. Pemberian gratifikasi
melalui transfer dapat dilacak oleh KPK, maka pejabat tinggi tidak mau lagi
gratifikasi ditransfer melalui nomor rekeningnya melainkan secara cash on hand.
Tuan Mochtar ini memang sial, sebab ketika transaksi cash on hand akan berlangsung di rumahnya, pada waktu yang bersamaan pula beberapa orang KPK
masuk menggerebek para pelaku kejahatan ini.
Memang tidak ada hubungan langsung antara Akil Mochtar yang
kini sedang ditahan dengan perusakan ruang sidang tersebut di atas, tetapi
masalahnya adalah perbuatan bejat Mochtar ini sudah memberi aroma tak sedap
sehingga menimbulkan rasa curiga terhadap semua hakim di institusi MK ini. Jika
banyak pihak menjadi kurang respek lagi terhadap lembaga MK ini, memang
beralasan untuk curiga dan tidak puas terhadap putusan hakim, tetapi mereka
tidak boleh semau sendiri melampiaskan ketidakpuasannya dengan cara brutal.
Mochtar adalah manusia melek hukum dan seharusnya memberi contoh hidup yang
beretika kepada masyarakat, sebaliknya dia justeru melakukan perbuatan tercela.
Orang seperti ini sudah sepantasnya dihukum berat, yakni penjara lebih 18 tahun, penyitaan harta hasil korupsi, dan denda sebesar 50 persen dari total
harta korupsi. Dan, dia harus dipecat dari jabatannya. Orang ini sungguh membuat malu bangsa Indonesia di dunia internasional. Jadi, untuk menjadi orang yang berprestasi demi nusa dan bangsa bukan hanya dilihat dari gelar akademiknya, melainkan juga dari keluhuran budinya. Keluhuran budi diperoleh bukan karena sering membaca dan hafal 'kitab suci' dan rajin ke rumah ibadat, melainkan ada hikmat di dalam hatimu dan menjadi pelaku hikmat. Barangsiapa memiliki hikmat, dia mendapatkan sesuatu yang lebih berharga dari pada permata, apa pun yang diinginkan oleh manusia, tidak dapat menyamai hikmat. Hikmat adalah kemampuan menggunakan kecerdasan dan pengetahuan sehingga dapat bertindak bijak. Seorang hakim yang tidak bijak, dia adalah hakim yang tidak berhikmat. Mempertaruhkan jabatan vital dengan menerima suap adalah satu perbuatan yang hanya dilakukan oleh manusia tak berhikmat.
Diduga
banyak gubernur dan bupati yang memenangkan pemilihan kepala daerah dengan
jalan suap sebelum kasus hukum yang melibatkan Mochtar terungkap. Mengingat dua
pendahulu Mochtar telah melewati masa jabatan mereka tanpa skandal, jadi besar
kemungkinannya penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah melalui calo-calo perkara yang banyak keliaran di gedung ini. Namun, bagaimana pun lihaynya tupai melompat, satu waktu
akan jatuh juga. Dan, Mochtar adalah gambaran tupai lihay yang jatuh dari
ketinggian pohon kelapa. Ia sudah kekenyangan hasil korup. Ia dulu sesumbar,
katanya, koruptor jarinya dipotong saja. Ia adalah koruptornya. Mengapa ada
banyak kepala daerah rela memberi uang suap milyaran rupiah kepada manusia
banjingan seperti Mochtar ini? Jawabannya sederhana : mereka akan menerima
kembali berlipat kali ganda dari milyaran rupiah yang telah mereka lepaskan
ketika menjalani masa jabatan kepala daerah. Gubernur atau bupati menjadikan
birokrasi pemerintah daerah sebagai mesin uang mereka. Jangan kau pikir membuat
perizinan satu usaha itu gratis. Harus ada fulusnya. Kepala daerah seperti ini
tidak beda dengan lurah jaman kolonial Hindia Belanda, yakni memeras rakyat
jelata demi memuaskan tuannya. Bangsa Indonesia saat ini memang pada masa
dijajah oleh bangsa sendiri. Mereka telah membuat keadilan seperti racun dan
menghempaskan kebenaran ke tanah. Mereka mengubah yang benar menjadi salah, dan
yang salah menjadi kebenaran mereka. Mereka seperti lupa, bahwa Tuhan itu tidak
tidur.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar