|
Hidup segan, mati tak mau. |
Aku
mempunyai seorang teman perempuan, namanya katakan saja dia adalah Elena Bomel.
Ia seorang perempuan yang berasal dari Bogor
bersuamikan seorang Belanda dan mereka sekarang menetap di Groningen. Temanku ini mempunyai satu
kenangan yang tetap hidup sampai sekarang, yakni romantisme Radio Kayu Jati di Jakarta.
Katanya sih, RKJ mempunyai rating penggemar cukup tinggi, karena menyiarkan
dalam empat bahasa, yakni Indonesia,
Sunda, Jawa, dan Padang.
Ia telah lima
belas tahun menetap di Belanda dan sampai sekarang melalui internet dia
menikmati siaran radio ini di Negeri Kincir Angin. Romantisme? Apa itu
romantisme? Ah, rasanya setiap orang pernah memiliki perasaan ini. Perasaan
rindu untuk suka dan duka di masa lalu. Hanya seseorang yang mempunyai
sangkutan kenangan tersebut yang merasakannya. Namun, aku mempunyai kegemaran
makan di restoran tempo doeloe dan aku sendiri tak mempunyai ikatan masa lalu
dengan restoran-restoran lama ini. Ada
orang yang sengaja datang ke Jalan Dago Bandung hanya untuk menikmati roti dan
minum kopi di toko roti yang telah ada di situ dari sejak jaman Belanda.
Padahal sih roti yang ada di situ biasa saja kualitas dan rasanya, tetapi yang
namanya nostalgia tak dapat dinilai dengan uang.
Di
persimpangan Se_nen yang luas dan berhadapan langsung dengan Pasar Se_nen
Jakarta ada satu restoran tergolong tua, namanya Rumah Makan Makmur. Letaknya di
Jalan Kramat Bunder, di deretan toko-toko perlengkapan baju tentara dan polisi,
20 meter dari dari bioskop Grand, dan di seberang jembatan halte Trans Jakarta.
Keberadaan restoran Chinese Food ini dimulai pada 1932, jadi dia telah berumur
80 tahun. Menurut pemiliknya yang sekarang, ibu Mey Yun, dia telah mengatakan
kepadaku, bahwa resto ini dimulai dari mertuanya. Beranda resto ini jauh dari
kesan menarik, yakni tembok warna putih, jendela berkaca bening bertuliskan
Rumah Makan Makmur. Sangat sederhana. Tangga bagian dalam menuju balkon
terletak di sebelah meja kasir masih menurut aslinya terbuat dari kayu jati
yang dicat warna hijau tua. Tidak jelas pada tahun-tahun mana restoran ini
ramai dikunjungi oleh pengunjung? Lalu apa yang membuat aku tertarik untuk
makan siang di sini? Aku tertarik terhadap segala sesuatu yang mengundang
nostalgia. Menurut pemiliknya sekarang, yakni generasi kedua, telah mengatakan
kepadaku, bahwa berbagai peristiwa besar yang pernah terjadi di Se_nen dapat
dilihat dengan jelas dari balkon resto ini. Misalnya, Peristiwa Malari yang
telah terjadi pada Januari 1974 di mana di beberapa tempat di dalam pasar besar
ini mengalami kebakaran, tetapi pasar ini dapat diselamatkan dari kebakaran
yang lebih besar dan masih ada sampai sekarang.
|
Mie ayam pangsit rebus. |
Pengunjung
yang datang masih ada satu dua orang, kebanyakan pelanggan lama yang masih
setia, dan resto ini juga dibuka semaunya oleh pemiliknya, sehari buka, dua
hari tutup. Jangan mengharapkan berlebihan dari resto seperti ini, karena untuk
satu pesanan sederhana saja, seperti mie ayam pangsit rebus, engkau harus
bersabar menanti kira-kira lima
belas menit. Mungkin juga karena sepi pengunjung, maka kelihatannya lama
sekali. Kuah kaldu mie ayam pangsit rebus di resto ini tergolong enak, terbuat
dari kaldu ayam. Engkau haus? Don’t worry. Minuman dingin seperti Teh Botol
Sos_ro, Coca Cola, Sprite, atau susu soda Fanta tersedia di sini. Makan di sini
memang sungguh nikmat, sejuk alami tanpa pendingin ruang ac, tanpa kehadiran
pengamen yang suka memberi gangguan minta recehan 500-an rupiah ketika orang
sedang makan.
Aku
membayangkan, tahun pertama resto ini berdiri telah dikunjungi oleh banyak
gadis dan pemuda Cina yang sedang pacaran, encek-encek Cina bermata sipit dan
sebagian besar menu memakai daging babi. Makanan haram. Tapi enak. Daging babi
itu enak, apalagi kalau dibuat babi kecap manis, sate babi, atau nasi goreng
babi dengan lemaknya yang tebal itu. Walaupun kondisi restoran ini hidup segan,
mati tak mau, resto ini mempunyai menu yang cukup lengkap. Empat daftar makanan
umum restoran Cina di Jakarta adalah mie pangsit, mie baso, kwetiau dan mie
goreng, tetapi di sini menu daging babi tetap ada, seperti babi kecap, bistik
babi, dan nasi goreng babi. Tiga jaman besar telah dilalui oleh resto ini,
yakni jaman Belanda dari 1932 sampai Maret 1942, masa penjajahan Jepang sampai
Agustus 1945, dan Indonesia Raya merdeka sampai sekarang masih bertahan di
tengah persaingan besar para investor resto Chinese style. Menurut cerita
hembusan angin, banyak wartawan senior jaman kemerdekaan menghabiskan waktu
cakap-cakap sambil minum kopi di sekitar Se_nen ini. Nggak jatuh gengsi dapat
mentraktir pacar noni Belanda makan di resto Makmur ini, tetapi waktu itu pasti
belum ada Teh Botol Sosro, bahkan Sprite saja belum ada.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar