S
|
Sabtu, 17 Agustus 2013
Engkau Harus Mendahulukan Tuhan Allah-mu Yang Mahaesa
ejak masih di sekolah dulu aku diajarkan, bahwa dasar negara
Indonesia
yang pertama adalah Ke-Tuhan-an Yang Mahaesa. Kemudian beberapa tahun berjalan
bekerja di satu perusahaan pabrik semen di Bogor , dimulailah pengarahan, pengajaran, penghayatan,
dan pengamalan Pancasila. Kami lebih tepat diindoktrinasi tentang ideologi
negara. Selama dua minggu bosan aku melihat orang-orang berseragam memberi
indoktrinasi landasan negara. Pancasila adalah landasan negara bagi bangsa Indonesia
yang digali dari akar-akar budaya unggul bangsa ini, jadi seharusnya bicara
tentang Pancasila disampaikan dalam konteks budaya, bukan pada domain politik. Akar-akar
budaya unggul bangsa ini tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses
penghimpunan banyak budaya yang panjang selama berabad-abad. Bukan Soekarno
yang sering dikira orang perumus pertama ideologi Pancasila. Namanya juga
Pancasila, jadi pasti berisi lima
dasar idiologi negara. Pada mula diperkenalkan kepada bangsa ini pada awal abad
20, urutan dasar pertama sampai yang kelima dasar negara ini bukan seperti yang
sekarang melainkan berganti-ganti dengan urutan yang lain. Urutan yang sekarang
telah dinyatakan final. Ke-Tuhan-an Yang Mahaesa adalah dasar pertama dan
memberi roh utama bagi empat dasar yang lain. Apa yang lain-lain itu? Perikemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia ,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan, dan
perwakilan, dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia . Bangsa ini dapat merdeka
dari belenggu penjajahan karena berkat rahmat Tuhan Yang Mahaesa. Seorang rabbi
Yahudi bertanya kepada Yesus, hukum mana yang terutama dalam hukum Taurat yang
harus dia patuhi. Kata Yesus kepadanya, yang pertama dan yang terutama adalah
kasihilah Tuhan Allah-mu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan
pikiranmu; yang kedua sejalan dengan itu adalah kasihilah sesamamu manusia
seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Engkau dapat saja berkata, beriman
kepada Tuhan yang engkau yakini, sebaliknya jika engkau tidak melakukan sesuatu
yang berguna untuk sesamamu manusia, sebenarnya engkau manusia yang tampak hidup
secara fisik, tetapi jiwamu telah mati. Orang yang jiwanya hidup pasti
mempunyai hati nurani menyatakan kasih terhadap sesama.
Orang Indonesia
berpaham menganut agama sudah ada jauh sebelum Kerajaan Majapahit menguasai
Nusantara [nama Indonesia
dulu]. Pada masa itu agama yang ada adalah Hindu, Buddha, Tantularisme, dan
banyak aliran kepercayaan. Mereka menghormati kepercayaan mereka satu sama
lain. Mereka sangat rukun. Setidaknya tidak pernah terdengar cerita, bahwa pada
masa itu ada tindakan kekerasan atas nama agama merusak tempat ibadah umat lain
yang beda agama. Pada masa kejayaan Kediri ,
Singasari sampai keruntuhan Majapahit, penganut agama mayoritas adalah Hindu. Pada
1478 Kerajaan Islam Demak menaklukan Majapahit secara politis, artinya kerajaan
Hindu ini tetap eksis tetapi menjadi bawahan Demak. Pada 1527 Majapahit
diserang oleh Kerajaan Islam Demak dibawah komando Sultan Trenggono. Penyerbuan
ini memberi dampak penghapusan eksistensi Majapahit selamanya. Banyak orang
Majapahit yang tidak mau mengikuti Islam melarikan diri ke pegunungan Tengger
atau melarikan diri ke pulau Bali . Ini adalah
cerita menyedihkan pada akhir kejayaan Majapahit. Sampai sekarang sebagian
besar penduduk Bali beragama Hindu, demikian
pula dengan penduduk di sekitar pegunungan Tengger. Sebagian kecil penganut
Hindu dan Buddha masih ada di beberapa tempat di kota kecil Blitar sampai sekarang. Di kota sekecil ini mereka
hidup rukun dengan penganut beda agama yang lain.
Walaupun dasar pertama Pancasila mempresentasikan Ke-Tuhan-an
Yang Mahaesa, sila ini lebih focus ke arah issue horizontal, yakni kerukunan
antara umat beda agama, karena suku-suku bangsa Indonesia menganut enam agama,
yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khong Hu Chu. Demokrasi Pancasila
bukan bicara siapa yang mayoritas, melainkan satu terhadap yang lain saling
menghormati perbedaan pandangan hidup dan keyakinan agama setiap individu. Di
dalam atmosfir demokrasi Pancasila dan umumnya pandangan tentang demokrasi,
jangan sekali-kali ada yang menyatakan bahwa keyakinannya yang paling benar dan
berhak menumpas yang tidak sejalan dengannya. Negara Indonesia
milik bangsa Indonesia ,
karena itu setiap individu di negeri ini mempunyai kewajiban yang sama, yaitu
mendahulukan kepentingan nasional, bukan kepentingan agama, suku, dan kelompok.
Inilah Indonesia ,
bangsa yang majemuk dari segi suku, bahasa, dan agama jika tidak ditangani
secara benar, issue agama dapat memicu semangat perpecahan persatuan. Yang
diciptakan dalam atmosfir idiologi Pancasila adalah persatuan dalam perbedaan agama
dan kebudayaan bukan kesatuan dalam mayoritas. Ingat saja, Tuhan tidak
menginginkan manusia membangun menara Babel
di tanah Sinear [wilayah Mesopotamia ], karena
cita-cita manusia dalam proyek menara ini adalah menciptakan kesatuan seluruh
aspek kehidupan manusia. Kesatuan dalam perbedaan cenderung menciptakan
pemaksaan. Contoh?
Program kesatuan pangan pada masa rezim Orde Baru. Orang
Papua dan orang Maluku digiring oleh orang Jawa [baca : Soeharto] supaya makan
nasi padahal makanan pokok mereka sejak jaman nenek moyang mereka adalah ubi
dan sagu yang diperoleh dari pohon sagu. Pada masa itu siapa yang berani
menentang kehendak “orang ini”, walaupun digunakan istilah halus digiring,
tetapi sebenarnya dipaksa. Rezim Suharto cara gampang mengelola sumber pangan
bagi orang Indonesia
yang beragam budaya. Mengelola sumber pangan berarti mengelola budaya, sumber
pangan beda, maka budaya juga ikut beda. Rezim Suharto telah lama runtuh sejak
1998. Dan, empat belas tahun kemudian Indonesia mengalami kesulitan
sumber pangan beras sehingga harus banyak impor beras. Dari satu negara yang
pada mulanya penghasil beras dan pernah menjadi pengekspor beras, sekarang
menjadi pengimpor beras. Sekarang pada saat kesulitan pangan beras, pemerintah
dengan mudahnya mengatakan bangsa Indonesia harus mencari terobosan
sumber pangan lain. Bagaimana dengan ubi dan sagu? Kasihan, mungkin orang Papua
dan Maluku sudah lupa sama sekali bagaimana rasa ubi dan sagu. Contoh lain? Yugoslavia
ketika Bronz Tito masih hidup tiga bangsa dipaksa hidup dalam kesatuan negara
komunis, tetapi ketika Tito sudah mati mereka, yakni mayoritas Serbia penganut Katholik
Orthodks, Croasia penganut Kristen, dan minoritas Herzegovina penganut Islam,
mereka saling baku hantam. Penganut mayoritas Katholik Orthodoks yang dianut
oleh bangsa Serbia melakukan
genosida sistematis terhadap penganut minoritas Islam yang dianut oleh bangsa Herzegovina .
Orang sering menyebut sebagai balkanisasi, karena peristiwa genosida ini
terjadi di daerah Balkan. Bagaimana
rasanya menjadi minoritas yang setiap hari diburu seperti babi oleh mayoritas Serbia ?
Tidak nyaman, bukan? Di Miyanmar [dulu Burma ] mayoritas penduduk adalah
penganut Buddha banyak di antara mereka di pedalaman mengejar minoritas Islam
dan membakar masjid. Dengan mudahnya orang mengatakan terjadi pelanggaran hak
azasi manusia di Yugoslavia
dan Myanmar .
Apakah pembakaran dan perusakan rumah ibadah yang disebut gereja yang pernah
terjadi di Indonesia
tidak disebut pelanggaran hak azasi manusia? Jangan sembarangan menggunakan
kata kesatuan yang tidak pada tempatnya, kecuali tiga hal ini yang memang menjadi
nilai kesatuan negara Indonesia
dan sudah final sifatnya, yakni : satu kepulauan Indonesia
dari Merauke sampai Sabang, satu bangsa Indonesia ,
dan satu bahasa Indonesia .
Jangan ada punya pikiran menciptakan kesatuan agama mayoritas. Bukan kesatuan
agama, tetapi yang benar adalah persatuan umat beda agama dan beda budaya. Semua
warga negara Indonesia
mempunyai yang hak sama, yaitu kebebasan beragama dan menjalankan ibadah.
Walaupun bangsa ini sering membanggakan sebagai bangsa yang mengutamakan
kehidupan social keagamaan, kenyataannya masih jauh untuk disebut sebagai bangsa
yang rukun terhadap orang lain beda agama. Kekerasan terhadap kelompok
minoritas selalu mempunyai peluang untuk terjadi dengan mengatasnamakan agama. Di
negeri ini rasanya membangun rumah hiburan malam sebesar lapangan bola tidak
masalah, sebaliknya membangun gedung gereja sebesar 4x2 meter saja tidak mudah
mendapatkan perizinannya. Ukuran 2x1 meter, ini namanya satu petak tanah
kuburan, 4x2 meter, artinya dua petak tanah kuburan, karena yang namanya gereja
atau komunitas paling sedikit berkumpul dua orang. Nah, membuat pertermuan dua
orang dalam rumah ibadat sulit, tetapi membuat pertemuan ratusan orang di dalam
rumah hiburan begitu mudah perizinannya. Jangankan membangun gedung gereja, untuk
membangun pertemuan ibadah keluarga satu bulan sekali saja belum tentu
diizinkan oleh lingkungan tetangga. Apa yang ditakutkan terhadap kekristenan? Kami
bukan penyebar terror yang meresahkan masyarakat. Sekarang issue berkembang
lebih luas lagi, yakni di Medan
pembangunan satu vihara Buddha mengalami hambatan perijinan dari masyarakat
lingkungan proyek pembangunan vihara. Berita baru terdengar lagi, yakni
beberapa hari menjelang lebaran Islam pada Agustus ini, satu bom meledak di
vihara Buddha di Tanjung Duren Jakarta . Aku sering melihat spanduk
bertulisan kami menolak kristenisasi di tempat kami. Setahuku Papua adalah satu
provinsi kantong Kristen terbesar di Indonesia bagian timur, tetapi
sekarang banyak orang Papua menjadi penganut Islam dengan jumlah yang semakin
meningkat. Apakah boleh yang begini ini aku sebut pengislaman? Di dunia ini ada
dua agama yang tidak mengenal ekspansi jumlah umat, yakni Hindu dan Buddha.
Justeru mereka berdua inilah yang dijadikan typical kehidupan social keagamaan
sewaktu penggalian nilai unggul budaya Nusantara. Sebelum ada Islam di
Nusantara mereka berdua inilah tuan rumah di Nusantara. Di Indonesia kita mudah
menjumpai orang-orang saling tersenyum sehingga bangsa asing mengatakan, bahwa
kita bangsa yang ramah. Namun, untuk urusan membangun rumah ibadah gereja,
senyum itu bukan berarti kami mengijinkan begitu saja.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuhan artinya adalah
sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai Yang Mahakuasa,
Mahaperkasa, Mahamurah, dan sebagainya termasuk Yang Mahaesa. Bertuhan artinya,
percaya dan berbakti kepada Tuhan. Orang Islam bertuhankan Allah Yang Mahabesar
[Allahuakbar], orang Katholik dan Protestan bertuhankan Yesus Kristus, orang
Hindu bertuhankan Brahma, orang Buddha bertuhankan Buddha, dan orang Khong Hu
Chu bertuhankan pada ajaran Khong Hu Chu. Jika beragama dipandang sebagai satu
hak azasi, tidak memiliki Tuhan seharusnya juga dipandang sebagai satu hak
azasi, tetapi di Indonesia
orang harus beragama. Ketuhanan, artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan
Tuhan. Jadi, Ketuhanan Yang Mahaesa, artinya adalah sesuatu yang dituhankan dan
sangat bersifat pribadi bagi yang meyakini tuhannya. Sebagai landasan ideologi
bagi bangsa ini, setiap orang harus mempunyai pijakan beribadah kepada Tuhan,
maka orang harus beragama. Bertuhan artinya beragama.
Di dalam negara demokrasi modern, kitab suci yang dipegang
adalah konstitusi negara, bukan kitab suci agama masing-masing, karena kita
bicara tentang persamaan hak dan kewajiban setiap warga negara terhadap negara.
Jika bangsa Indonesia
menginginkan negaranya disebut negara demokrasi modern, kitab suci setiap warga
negaranya adalah Undang-Undang Dasar 45 yang berlandaskan Pancasila. Setiap
warga negara harus menyamakan bahasa ideologi negara, yaitu Pancasila. Setiap
tarikan nafas bangsa Indonesia
seharusnya adalah kredo terhadap Pancasila yang melandasi setiap ayat Undang Undang
Dasar 45, tetapi mengapa di negeri ini sering terjadi kekerasan mengatasnamakan
agama terhadap kelompok minoritas beda keyakinan. Setiap tarikan nafas bangsa Indonesia
seharusnya adalah rasa saling mengasihi terhadap orang lain yang beda agama.
Kita tidak dapat menampilkan pribadi yang menghomati orang lain, jika yang kita
tampilkan adalah sikap bermusuhan. Apa agama Anda? Islam? Kristen? Katolik?
Buddha? Hindu? Khong Hu Chu ? Apa kelebihanmu
dihadapan Tuhan, jika engkau memberi salam kepada teman-teman, saudara-saudara,
atau orang tua yang engkau kenal? Tidak ada! Karena pelacur, perampok uang negara
maupun perampok kelas teri, mereka semua berbuat demikan terhadap sesama mereka,
bahkan semua anggota PKI yang pernah engkau musuhi juga berbuat demikian. Nah,
jika engkau masih ingin disebut bangsa Indonesia yang saling menghormati
orang lain beda agama, mulai sekarang jangan segan-segan lagi untuk mengucapkan.
Selamat Hari Natal, Selamat Hari Waisak, Selamat Hari Nyepi, Selamat Hari Raya
Idul Fitri, dan seterusnya. Engkau tidak akan menjadi Islam hanya karena
mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri dan engkau juga tidak akan menjadi
Kristen hanya karena mengucapkan Selamat Hari Natal . Engkau juga tidak akan menjadi
penganut Khong Hu Chu hanya karena makan satu piring cah cap chay atau makan
roti kukus bak pao isi kacang merah.
Setiap penganut agama mempunyai pengetahuan agama secara
kritis tentu berguna, tetapi semangat saling menghormati iman masing-masing penganut
beda agama adalah suatu kebiasaan baik yang hanya dapat dibentuk melalui implementasi
bermasyarakat secara signifikan. Aku masih ingat, sampai decade 70 semua umat
beragama saling mengunjungi pada hari raya masing-masing agama, tetapi setelah decade
itu sampai sekarang kebiasaan baik ini telah terlupakan oleh banyak orang Indonesia .
Kebiasaan ini tidak akan terbentuk jika selamanya agama hanya sebatas ilmu
pengetahuan yang tidak pernah diimplementasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Contoh, engkau akan mendapatkan manfaat dalam pembangunan kepribadian yang
konstruktif, jika engkau mengalami perubahan setelah menjalankan ibadah puasa dalam
satu perioda tertentu. Katakanlah perubahan itu adalah engkau semakin dewasa bergaul
di dalam masyarakat yang majemuk. Agama bukan hanya sebatas symbol agama dan
kesalehan normative, melainkan saling menebar kebajikan dan tanpa ada rasa
saling curiga satu sama lain. Jika di satu tempat terjadi bencana alam hebat,
bantuan yang nyata dapat dirasakan manfaatnya oleh para korban bencana adalah
beras atau bahan pangan lain, bukan kirim Kitab Suci dan kemudian berdakwah
atas nama agama.
Semua orang yang mengaku beragama di negeri ini, katakan
saja dia seorang pegawai negeri sipil, anggota tentara, anggota polisi, anggota
partai politik, anggota dewan, anggota cabinet, bahkan seorang presiden
sekalipun, setiap tahun pasti mengucapkan kalimat sakti ini – Ke-Tuhan-an Yang
Mahaesa -, apalagi mereka yang telah disumpah secara jabatan, apakah mereka
mengetahui apa artinya mempunyai TUHAN. Jika engkau menyadari, bahwa dirimu
bertuhan, engkau harus menyadari keberadaan TUHAN yang engkau percayai ada
dalam pikiran bawah sadarmu. Tetapi tuhan seperti apa dalam pikiran seorang Indonesia
di satu tempat? Ada
bermacam-macam tuhan di dalam pikiran masing-masing orang? Ada yang bertuhankan uang, ada yang
bertuhankan perempuan, ada yang bertuhankan kekuasaan. Ya, ini adalah tiga
tuhan arus utama yang paling menguasai pikiran manusia. Well, engkau ada pada
posisi tuhan mana yang paling engkau sukai? Kebanyakan orang memilih
bertuhankan uang, karena alasan praktis, yakni dengan uang orang dapat main
perempuan atau mendapatkan kekuasaan. Edan! Crazy! Ya, memang edan karena memasuki
abad 21 di Indonesia tercinta ini wabah korupsi melanda di mana-mana seperti
tanpa malu lagi melakukan perbuatan ini. Pasti semua koruptor ini mempunyai
tuhan yang tidak melarang manusia untuk melakukan perbuatan korupsi. Kalau
untuk urusan korupsi, semua orang beda agama pasti mau bersatu dan bersedia
menciptakan persatuan korupsi. Coba pikirlah olehmu sendiri, di tempat orang
yang seharusnya paling dekat dengan TUHAN, sebaliknya justeru paling dekat
dengan kerajaan Iblis. Tempat yang aku maksudkan ini adalah Departemen Agama,
satu institusi pemerintah yang mengurusi segala sesuatu yang berhubungan Tuhan
masing-masing agama. Departemen Agama adalah satu institusi pemerintah yang
paling korup di Indonesia .
Eh, kata orang-orang tua dulu, ini adalah dongeng mereka sebelum kita tidur,
begini bunyi dongeng itu, Nusantara [maksud mereka Indonesia ] akan mengalami
kemakmuran dan keadilan luar biasa, setelah mengalami keedanan yang sangat luar
biasa. Hampir setiap orang melakukan keedanan, karena kalau tak ikut edan, tak
dapat bagian. Kegilaan yang sekarang ini baru awalnya belum pada puncaknya. Kegilaan
justeru dimulai dari segala hal yang kau pandang mustahil. Di gereja setiap
minggu kalau berkhotbah, pak pendeta berkata begini, tidak ada yang mustahil
bagi Tuhan untuk memberikan berkat untuk saudara-saudara terkasih, sebaliknya
bagi Iblis pun tak ada yang mustahil untuk meletakkan pikiran jorok bagi mereka
yang ingin berbuat jorok di tempat yang seharusnya memberi amal. Namun, aku
masih percaya di tengah hiruk pikuk kegilaan yang semakin gila masih ada
kebajikan. Tuhan tidak tidur!!!!
Selama
tiga puluh dua tahun Indonesia
dibawah kepemimpinan rezim Soeharto mempunyai kepentingan melindungi
kekuasaannya tetap terjaga. Orang ini bicara banyak tentang Pancasila bukan
karena menginginkan orang Indonesia
memahami dan mengamalkan Pancasila melainkan untuk lebih memberi kesan bahwa
dia sebagai orang yang mempunyai andil memelihara norma-norma Pancasila, karena
sejarah menunjukkan bahwa korupsi yang terjadi di negeri ini sampai saat ini
berakar dari jaman pemerintahan orang ini. Rezim penuh kemunafikan. Bukan orang
yang berkata, Tuhan, Tuhan, yang pasti akan diterima oleh Tuhan, melainkan dia
yang melakukan kehendak Tuhan yang akan diterima oleh Tuhan. Mengucapkan
Pancasila setiap minggu pada acara penaikan bendera merah-putih itu mudah,
tetapi tidak mudah melakukan norma-norma idiologi negara ini? Bangsa yang
berpikiran modern sebenarnya tidak membutuhkan figure idola untuk ditiru,
melainkan di dalam jiwanya sudah tertanam kesadaran melaksanakan apa yang
sepantasnya dia berikan untuk negara dan bangsanya.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar