Kamis, 31 Januari 2019

Good Bye Pak Gembala

Bukan Donatto Munoz kalau tak ada segala sesuatu yang harus diceritakan kepadaku. Bagi dia rasanya tidak bahagia kalau dalam satu minggu tak bercerita kepadaku. Dan, cerita yang dituturkan kepadaku tidak ada kamus membosankan untuk didengar oleh telingaku. Selalu saja ada issue baru. Begitu cerita dimulai, maka kopi tubruk dan singkong goreng kesukaannya silih berganti masuk ke dalam mulut. Sore ini ada tambahannya, yakni rondoroyal atau tapai goreng. Donat dan cheese cake memang enak rasanya, tetapi singkong goreng adalah camilan favoritnya. Biasanya dia datang ke rumahku setiap Jumat malam. Bertiga kami di teras rumah, aku, Donatto, dan James Sianipar, tetanggaku. Ia mulai dengan ceritanya.

--"Jumat, 25 Januari aku menghadiri ibadah malam pertemuan pelayan dan sebagai hari peringatan ulang tahun bapak gembala, Herman Benyamin Gultom, dilahirkan 62 tahun yang lalu di desa Sinaman, distrik Barus Jahe, kota Kaban Jahe, kabupaten Karo. Dalam khotbah ibadah ini pak gembala berkata, bahwa setiap orang Kristen wajib membangun bait Allah di dalam dirinya, sebab tubuh orang percaya dikuduskan oleh Roh Kudus menjadi tempat kediaman Roh Kudus.

Kali pertama aku menginjakkan kakiku di Gereja Kalimalang Injili Indonesia pada suatu hari Minggu sore, pak gembala membacakan firman di mimbar dari Yosua xxiv:14-15 :  "Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!

Tidak terasa aku telah mengikuti persekutuan ibadat di sini selama empat tahun. Jemaat di sini dibagi dalam wilayah, sektor, dan sel keluarga. Setiap kelompok sel biasanya terdiri dari 5 sampai 10 orang dipimpin oleh seorang pemimpin kelompok sel (pks). Kelompok sel yang semakin banyak jumlah anggotanya, maka sel harus dibelah menjadi kelompok sel lain. Misalnya, Sektor 8 Wilayah Barat. Di wilayah barat terdapat 12 sektor. Mungkin saja di wilayah selatan terdapat 20 sektor. Setiap sel dipimpin oleh koordinator sel, di atas sel ada koordinator wilayah, dan seluruh wilayah dibawah kontrol bapak gembala dibantu oleh istrinya. Jadi, dengan cara demikian jumlah anggota jemaat di seluruh wilayah di Bekasi kira-kira 800 orang. Jumlah anggota jemaat ini belum termasuk cabang-cabang lain di Jakarta dan sekitarnya, total pusat dan cabang-cabang kira-kira 2400 orang. Bapak gembala Gultom mempunyai impian besar untuk memiliki 70 cabang. Bagi orang percaya tidak ada yang mustahil untuk mewujudkan impian ini tercapai, maka diperkirakan minimal dapat mencapai antara 5000 sampai 7000 orang. Untuk ukuran kota sebesar Bekasi, ini adalah jumlah yang fantastis. Sekarang adalah hari ulang tahun beliau yang ke 62. Estimasi pertambahan cabang adalah 2 cabang per tahun, maka pada usianya yang ke 84 terpenuhilah 70 cabang. Kiranya Tuhan memberi berkat panjang usia sehingga dia dapat melihat impian besarnya terwujud demi kemuliaan Tuhan Yesus. Impian membuat manusia hidup bergairah. Namun, yang paling penting gereja ini tumbuh dengan kuantitas dan kualitas yang sehat.

Bapak gembala memiliki seorang istri yang pernah berprofessi sebagai dokter umum, namanya Berliana Hermina Sitompul. Keluarga bahagia ini dikaruniai oleh Tuhan empat orang anak, yang pertama seorang perempuan berwajah baby face, namanya Gina Martha Gultom, yang kedua seorang laki tampan seperti ayahnya waktu muda, namanya Yohanes Hubertus Gultom, ketiga dan keempat  perempuan semuanya cantik, mereka adalah Gwen Maria Gultom, dan Gizela Raissa Gultom. Yohanes lulusan sekolah tinggi ekonomi, Gina lulusan sekolah tinggi publisistik, Gwen lulusan sekolah tinggi kedokteran, sedangkan bungsu Gizela masih kuliah di fakultas sastra Prancis. Bungsu, Gizela, tubuhnya paling subur tapi wajahnya lebih mirip ibunya dibandingkan dua kakak perempuannya, di kedua pipi kiri dan kanan ada lesung pipi yang membuat dia tampak cantik."--

"Apa lagu kesukaan pak gembala?", tanya James Sianipar yang dari awal tampak serius mendengar cerita Donatto. "Inilah dua lagu kesukaannya : 

Bapa di surga kami cinta kau,
Nama-Mu ditinggikan di s'luruh bumi,
Kerajaan-Mu ditegakkan dalam pujian,
Dan umat-Mu b'ritakan karyamu.

** Terpujilah Tuhan Allah yang perkasa,
     Dulu s'karang dan s'lamanya,
     Terpujilah Tuhan Allah yang perkasa,
     Yang berkuasa s'lamanya.

Lagu kedua :

Kasih dari surga memenuhi tempat ini,
Kasih dari Bapa Surgawi,
Kasih dari Yesus mengalir di hatiku,
Membuat damai di hidupku.

** Mengalir kasih dari tempat tinggi,
    Mengalir kasih dari tahkta Allah Bapa,
    Mengalir, mengalir, mengalir dan mengalir,
    Mengalir memenuhi hidupku"--

"Suaramu enak seperti Matt Monroe", kata Sianipar.
"Yang enak itu rondoroyal dan minumnya kopi tubruk.", jawabnya dan tangannya memegang rondoroyal kedua masuk ke dalam mulutnya. Nyam, nyam, nyam. Dilanjutkan dengan kopi sruuup, sruuup. "Di Italia apa ada camilan seenak ini? Di sana nggak ada tapai, jadi nggak ada rondoroyal." Ia melanjutkan lagi ceritanya.

--"Setiap orang yang ingin menjadi anggota di sini diwajibkan untuk mengikuti Training Dasar Rohani Kristen dan sebagai prasyarat untuk melakukan pelayanan di sini. Namun, tidak semua orang yang hadir pada kebaktian Minggu pernah mengikuti training ini, maka orang seperti ini disebut sebagai simpatisan saja. Termasuk aku. Walaupun sebagian besar anggota jemaat ini adalah orang Batak dan Karo, tidak semua orang Batak Kristen menyukai bergabung di sini karena pak gembala menolak pelestarian segala bentuk adat nenek moyang yang dipuja oleh banyak orang Batak Kristen. Di gereja ini tidak ada orang yang mengenakan ulos, yakni selendang khas Batak dan tak ada tari tor tor. Okay-lah, sebagai orang Jawa aku sendiri tak terlalu memusingkan adat Jawa.

Klimaksnya yang membuat aku gerah dengan doktrin di gereja ini adalah implementasi karunia berbahasa roh. Dari sejak kali pertama aku datang di sini empat tahun yang lalu, gereja ini menekankan pentingnya berbahasa roh, seakan-akan karunia lain terabaikan. Ibu gembala berbicara orientasinya bahasa roh. Tanda seseorang dipenuhi oleh Roh Kudus adalah dapat berbicara dalam bahasa roh. Pada kesempatan lain dikatakan olehnya, bahwa orang benar karena hidupnya dipenuhi oleh Roh Kudus, jadi orang benar pasti dapat berbicara dalam bahasa roh. Pertanyaannya adalah seperti apa bahasa roh itu? Pertanyaan ini sampai sekarang aku belum mendapatkan jawaban yang memenuhi hasrat hatiku yang lapar akan kebenaran.

Ibaratnya ada orang kontrak rumah atau indekost, satu bulan, dua bulan, tiga bulan, hati merasakan tidak ada kenyamanan lagi, maka keluar saja, cari tempat lain. Baru di tempat ini aku melihat kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anggota jemaat dimonitor dengan cara diabsensi, bahkan kehadiran kebaktian umum satu minggu sekali diabsensi. Gembalanya takut kehilangan domba-dombanya, sebab dia mendapatkan domba-dombanya dari kandang orang. Apalah artinya membaptis sekian ratus orang, tetapi orang-orang yang berasal dari gereja lain. Dari kandang domba lain!"--

"Mengapa masalah-masalah yang mengganjal di dalam hatimu tidak engkau ungkapkan langsung kepada gembala gereja ini?", tanyaku kepadanya. "Aku tidak sepenuh hati berada di sini sejak awal. Itu sebabnya sejak awal aku tak tertarik untuk mengikuti training dasar. Doktrin suatu gereja itu satu tarikan nafas gembalanya, sedangkan domba-domba hanya mengekor di belakangnya. Dan, aku adalah domba liar yang sangat kelaparan mencari roti kehidupan.", jawabnya. Singkong goreng empuk masuk lagi ke dalam mulutnya.

"Bagaimana dengan metoda penginjilan mereka?", tanyaku.

--"Pada setiap acara besar, seperti Natal, Paskah, atau konser-konser musik pemuda, mereka pasti mengajak teman-teman dari gereja lain atau siapa saja yang dapat diajak menghadiri acara-acara tersebut di atas. Siapa tahu dapat dibina menjadi anggota jemaat di sini. Ada juga yang diajak adalah pemulung atau pemain kuda lumping di pinggir jalan. Dulu sebelum aku dan keluargaku rutin hadir di sini, paling sedikit satu minggu sekali ada dua pekerja mereka datang ke rumahku melakukan pembinaan, lebih tepat disebut membujuk supaya menjadi anggota jemaat mereka. Boleh juga dikatakan, bahwa gereja ini adalah teman di kala kami mengalami kesulitan hidup.

Setiap tahun aku selalu menghadiri hari ulang tahun pak gembala. Pada Senin 26 Januari 2016 malam pak gembala menjamu domba-dombanya dengan nasi dan ekado dari Hok-Ben. Pada malam ini acara kebaktian selesai kira-kira pukul 22.00 kemudian semua audiens antri memberi ucapan selamat ulang tahun kepada pak gembala. Pada malam ini beliau mengenakan pakaian kesukaannya, kemeja putih motive garis-garis lebar membujur dari atas ke bawah warna abu-abu muda dan dipadu celana panjang abu-abu tua. Berdasi hitam dan ditutup dengan jacket kulit cokelat tua. Ia memakai sepatu casual cokelat muda. Penampilannya benar-benar boyish. I like performance of his. Looks handsome!

Ketika barisan antri tinggal beberapa orang lagi, aku memberi ucapan selamat ulang tahun kepadanya. Ia bertanya kepadaku : "Umur bapak berapa sekarang?". Jawabku singkat saja :"Enam puluh empat tahun ini." Kemudian aku memandang matanya agak lama sambil tangan kananku tetap memegang tangan kanannya, aku berkata kepadanya dengan suara agak tertahan :"Aku mohon pamit, pak." Ia mundur selangkah memandangku seperti tak percaya. Sekali lagi kuulangi ucapanku :"Aku mohon pamit, pak." Aku lepaskan jabat tanganku kemudian aku berjabat tangan dengan istrinya. Ada rasa terharu di dalah hati untuk beberapa saat setelah aku pamitan dengannya. Aku lega sudah berpamitan dengannya. Aku bergegas ke lantai empat untuk menikmati konsumsi resepsi.

Tahun ini seperti juga tahun-tahun yang lalu kemeriahannya tetap sama, hanya mungkin tahun ini beliau sedang fokus terhadap perbaikan rumah Tuhan, maka domba-dombanya kali ini dijamu dengan lontong kuah santan ala Medan. Kurang garam. Dalam kesehariannya pak gembala memang menjaga pola makan mengingat beliau pernah terkena stroke. Dalam kondisi seperti ini beliau menjaga asupan sodium yang terdapat di dalam garam dapur dan bumbu masak msg. Beruntunglah pak gembala memiliki istri seorang dokter, maka pola makannya terkendali. Di ruang lantai empat aku juga bertemu dengan koordinator wilayah barat, yang juga assisten utama istri pak gembala. Aku juga berpamitan singkat dengan perempuan ini. Selesai aku makan lontong, aku langsung pulang."--

Tanpa diminta, Donatto menyanyikan lagu kesukaannya di depan kami dengan iringan gitar Sianipar,

Born free as free as the wind blows,
As free as the grass grows born free to follow your heart,
Live free and beauty surrounds you,
The world still astounds each time you look at the stars.

Stay free where no walls divide you,
You're a rolling tide so there's no need to hide.

Born free and life is worth living
But only living cause you're born free ...

Kita bebas mau pilih mimbar di mana, yang penting kita semua tetap setia beriman kepada Kristus. Kami bubar pulang ke rumah masing- masing, waktu telah menunjukkan pukul 23.00. Good bye pak gembala!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar