Ahab adalah seorang raja Samaria memiliki istri bernama Izebel. Keduanya hidup dalam ketidakbahagiaan. Yang satu serakah dan yang satu licik. Manusia mana di bawah langit dapat bahagia yang hidupnya dalam keserakahan dan kelicikan? Engkau dapat hidup bahagia kalau engkau memiliki kasih Kristus secara luar biasa, begitu kata pak gembala waktu khotbah Minggu di gereja. Engkau dapat menjadi orang bahagia kalau engkau sendiri dapat membuat orang lain bahagia. Ahab mempunyai tetangga yang memiliki pohon anggur luas, tanah pusaka milik keluarganya, namanya Nabot, orang Yisreel. Berkatalah Ahab kepada tetangganya ini supaya kebun anggur miliknya ini diserahkan untuk Ahab dan tetangganya mendapatkan tempat lain sebagai gantinya. Istilahnya sekarang ini adalah tukar guling. Ahab berencana mau membuat kebun sayur di tanah milik Nabot ini. Selanjutnya Ahab menawarkan bargaining lain, katanya kalau Nabot keberatan tukar guling, biarlah diganti dengan uang saja. Nabot menolak total gagasan raja Samaria ini. Mentang-mentang penguasa jangan dikira dapat berbuat seenaknya. Bagi orang Israel tanah pusaka warisan leluhur itu tidak dapat dijual. Ahab seharusnya tahu itu dengan adat istiadat leluhur ini. Namun, namanya raja, dia mau mencoba memaksa orang dengan kuasanya. Singkat kata, dengan dibantu oleh kelicikan istrinya, Izebel, maka berhasilah Ahab ini menguasai tanah Nabot. Nabot mati dilempari batu oleh orang-orang Israel akibat fitnah yang direkayasa oleh Izebel. Ahab telah menumpahkan darah Nabot pemilik kebun anggur, tetapi dikemudian hari Tuhan menimpakan pembalasan atas raja Samaria ini.
Suharto adalah presiden Indonesia kedua yang memberi gambaran nyata keserakahan manusia yang pernah hadir di negeri ini. Ia adalah Nabot abad ke 20. Aku hanyut membaca buku Professor Doktor Salim Said, satu buku yang bersaksi tentang keserakahan orang ini. Dua kali aku membaca buku ini. Orang ini bukan saja serakah, tetapi lebih dari itu dia memerintah negeri ini dengan kelicikan dan hati penuh dendam. Orang ini memegang kekuasaan sebagai presiden selama 32 tahun. Sejarah sudah membuktikan bahwa semakin lama seorang presiden memegang kekuasaan, maka kejahatan siap akan mengikuti dibelakangnya. Ada akibat dikemudian hari dengan perbuatannya. Siapa menabur, maka dialah juga yang akan menuai, ini kata pribahasa. Semua teman-teman yang berjuang demi keberhasilan orang ini menjadi presiden, orang nomor satu di negeri ini, satu demi satu disingkirkannya. Orang ini seorang jenderal angkatan darat, tetapi tidak ada satu pun dari anak-anak lakinya yang menjadi tentara. Yah, paling sedikit jadi polisi begitu. Tak ada satu pun. Seorang sersan angkatan darat saja begitu bangga kalau ada anak lakinya berhasil menjadi perwira muda lulusan akademi militer di Magelang. Kondisi seperti ini memberi indikasi, bahwa orang ini sebagai ayah yang tidak memberi teladan militer kepada semua anak lakinya. Menurut buku Salim Said tentang orang ini, dia adalah seorang yang pada masa kanak-kanaknya mengalami kehidupan yang miskin sekali dan dia tidak menginginkan semua anak-anaknya mengalami seperti yang pernah dialaminya.
Peristiwa pembunuhan enam jenderal dan satu perwira muda yang terjadi pada Oktober 1965, orang ini tidak tersentuh dari peristiwa pembunuhan. Tidak ada alibi yang dapat membuktikan, bahwa orang ini terlibat peristiwa berdarah ini. Orang ini tidak terlibat tetapi hanya memanfaatkan situasi dan kondisi yang pelik di negara ini pada waktu itu untuk kepentingannya sendiri. Dari banyak sumber, orang ini hampir tersingkirkan dari karirnya sebagai perwira militer dan beberapa orang yang sangat berpengaruh membuat dia hampir kehilangan karirnya adalah dari enam jenderal yang mati terbunuh ini. Walaupun orang ini berpangkat perwira tinggi, dia ditempatkan pada satuan yang tidak strategis menurut konteks waktu itu, dia masih mempunyai komandan yang lebih menentukan dalam pengambilan keputusan. Ia memang menginginkan jabatan ini, tetapi bagaimana mungkin mendapatkan jabatan ini bagi seorang yang karir militernya mandek stagnan. Beberapa jam sebelum peristiwa pembunuhan terjadi seorang perwira tinggi angkatan darat berpangkat kolonel telah melaporkan kepadanya, bahwa ada gerakan pasukan untuk menculik para jenderal. Seharusnya dia melaporkan kepada atasannya. Tapi dia diam saja. Ketika peristiwa pembunuhan enam jenderal ini terjadi, dia mempunyai responsibilitas yang akuntabel untuk menggantikan komandannya yang jabatannya memang sedang diincar. Bagaimana nasib kolonel anak buahnya ini? Masuk penjara tanpa pengadilan selama bertahun-tahun. Dan, semua orang telah yang berjuang mendudukan dia menjadi orang nomor satu di negeri ini kemudian disingkirkan one by one dari pada nanti membuat masalah. Inilah kelihayannya. Cerdik seperti ular tapi tulus hati seperti burung merpati, demikian firman Tuhan. Ia memang cerdik seperti ular, tetapi juga tidak tidak memiliki ketulusan hati. Perbrndaharaan hatinya dipenuhi oleh sifat tamak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar